Menjadi Tetangga yang Pandai Membawa Diri

Publish

14 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
107
Foto Ilustrasi

Foto Ilustrasi

Menjadi Tetangga yang Pandai Membawa Diri dan Menjauhkan Diri dari Perbuatan Tercela

Oleh: Mohammad Fakhrudin, warga Muhammadiyah Magelang

Pandai membawa diri, menjauhkan diri dari perbuatan tercela atau menghindari persengketaan merupakan butir ke-3 dari 11 butir perilaku hidup bertetangga yang merupakan pedoman bagi warga Muhammadiyah. Hal itu terdapat di dalam Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3 (hlm.456). Warga Muhammadiyah telah mengamalkannya dan hal itu diakui oleh masyarakat luas. 

Warga Muhammadiyah yang tinggal di lingkungan Universitas Muhammadiyah Kupang (Nusa Tenggara Timur), Universitas Muhammadiyah Papua (UM Papua) yang berbasis di Jayapura, Universitas Pendidikan Muhammadiyah (UNIMUDA) Sorong, dan Universitas Muhammadiyah Papua Barat (UMPB) di Manokwari misalnya pasti telah mengamalkannya dengan baik. Mereka pasti bertetangga tidak hanya dengan warga Muhammadiyah, tetapi juga warga non-Muhammadiyah, bahkan, warga nonmuslim. Alhamdulillahi rabbil’alamin, tidak pernah timbul masalah dalam hubungannya dengan perilaku hidup bertetangga.

Pandai Membawa Diri

Dalam konteks kajian ini membawa diri berarti menempatkan diri sebagaimana mestinya; menyesuaikan diri; berkelakuan patut sebagaimana dijelaskan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V (hlm.188). Dengan merujuk kepada contoh  warga Muhammadiyah yang tinggal di lingkungan warga non-Muhammadiyah, bahkan, non-Islam sebagaimana telah dipaparkan, tidak berlebihan jika dinyatakan bahwa warga Muhammadiyah di mana pun tinggal, dengan siapa pun bertetangga pasti telah mengamalkan perilaku pandai menempatkan diri sebagaimana mestinya; menyesuaikan diri, dan berkelakuan patut.

Muhammadiyah menyadari bahwa bangsa Indonesia sangat heterogen dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, organisasi tersebut mempunyai (1) visi: terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, yang ditandai dengan masyarakat yang tauhid, moderat, inklusif, toleran, solid, dan peduli sesama; (2) misi: menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, menyebarkan ajaran Islam, serta mewujudkan amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat, dan (3) tujuan: menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 

Berikut adalah contoh pengamalan di dalam kehidupan nyata. 

Di antara warga Muhammadiyah ada yang di kampus memperoleh amanah dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai rektor. Namun, di kampung dia memperoleh amanah dari warga Rukun Tetangga (RT) sebagai Ketua RT. Sesuai dengan amanah yang diterimanya dan sesuai dengan lingkungannya, dia menempatkan diri sebagaimana mestinya. Di kampus dia memperoleh fasilitas untuk menjadi fasilitator, sedangkan di kampung dia menjadi fasilitator tanpa memperoleh fasilitas atau dengan fasilitas yang sangat terbatas. 

Baik di kampus maupun di kampung dia adalah pengemban amanah. Dia harus melayani, tetapi orang-orang yang dilayaninya berbeda. Sebagai rektor, dia melaksanakan tugas rutinnya terjadwal secara regular. Jadwal kerja Ketua RT tidak demikian halnya. Meskipun demikian, dia memosisikan dirinya secara proporsional. Ketika harus melayani warganya di kampung, dia berusaha melaksanakan amanah secara total sebagai Ketua RT. Dia melepas jabatannya di kampus. 

Ada pula warga Muhammadiyah yang di kampus melaksanakan amanah sebagai rektor atau wakil rektor, tetapi di kampung menjadi warga biasa. Karena berstatus sebagai warga biasa, tanpa canggung sedikit pun dia menempatkan dirinya sebagai warga kampung. Ketika di kampung ada kegiatan kerja bakti menyambut peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI misalnya dia aktif berbaur dengan warga yang lain. Ketika waktu istirahat kerja bakti dan makan bersama, dia makan bersama warga lainnya di teras tanpa alas. Ketika menghadiri kenduri, dia duduk beralas tikar sama dengan warga yang lain.

Tentu ada kegiatan tetangga yang tidak diikutinya karena tidak sesuai dengan pemahaman Muhammadiyah. Kegiatan seperti nyekar, nyadran, nglarung, peringatan hari ke-3, ke-7, ke-40, ke-100 hari dst. tetangga yang meninggal tidak diikutinya tanpa melukai perasaan tetangga yang melaksanakannya.

Dalam beribadah mahdah seperti salat subuh warga Muhammadiyah tidak menyesuaikan dengan tetangga yang menjadi imam yang berkunut. Hal ini tidak menimbulkan masalah pada tetangga. Ketika menjadi imam salat subuh, dia tidak berkunut. Tetangga menghormatinya dan tidak pernah ada yang memprotes. Tidak ada satu pun tetangga yang biasa berkunut meninggalkannya.

Warga Muhammadiyah tidak juga menyesuaikan dengan tetangga yang mempunyai kebiasaan seperti merokok atau makan dan minum yang diharamkan. Tindakan yang demikian dilakukannya tanpa merusak hubungan baiknya dengan tetangga.

Menjauhkan Diri dari Perbuatan Tercela

Sangat banyak perbuatan tercela yang harus dihindari oleh muslim mukmin dalam hubungannya dengan perilaku hidup bertetangga. Di antaranya adalah berdusta. Berdusta merupakan perbuatan yang dilarang sebagaimana dijelaskan di dalam Al-Qur’an misalnya di dalam surat  al-Baqarah (2):42,

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ 

“Janganlah kamu campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (jangan pula) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahui(-nya).”

Sementara itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda sebagaimana didjelaskan di dalam HR Ahmad, HR al-Bukhari, HR Muslim, HR Abu Daud, dan HR at-Tirmizi.  
,
 عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

*Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radiyallahu anhuma, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke surga. Dan apabila seseorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, dia dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkannya ke neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan, dia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta (pembohong).”

Yunahar Ilyas di dalam bukunya Kuliah Akhlaq (hlm. 85-88) merinci ada 5 bentuk kebohongan, yaitu (1) khianat, (2) mungkir janji, (3) kesaksian palsu, (4) fitnah, dan (5) gunjing. Kiranya dengan mudah dapat kita saksikan bahwa pelaku dusta di dunia pun sudah mengalami akibat buruk dustanya meskipun tidak seberat balasan di akhirat. Setidak-tidaknya dia di dunia dikucilkan oleh tetangga.

Perbuatan tercela yang lain misalnya adalah (1) suka berprasangka buruk (2) suka mencela, mengolok-olok, memaki, mengumpat; (3) mudah marah; (4) iri hati dan dengki; (5) berlebih-lebihan (6) berbuat riya; (7) membuat kerusakan; (8) sombong lagi membanggakan diri, (9) berselingkuh, dan (10) membunuh.

Menghindari Persengketaan

Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang persengketaan sebagaimana firman-Nya di dalam Al-Qur’an surat al-Qaf (50):28,

قَالَ لَا تَخْتَصِمُوْا لَدَيَّ وَقَدْ قَدَّمْتُ اِلَيْكُمْ بِالْوَعِيْدِ 

(Allah) berfirman, “Janganlah bertengkar di hadapan-Ku dan sungguh, dahulu Aku telah memberikan ancaman kepadamu.”

Sementara itu, di dalam surat al-Anfal (8):46 Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

وَأَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَنَٰزَعُوا۟ فَتَفْشَلُوا۟ وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ ۖ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Muslim mukmin boleh membantah pendapat orang lain. Namun, ada adabnya sebagaimana dijelaskan di dalam di dalam Al-Qur’an surat an-Nahl (16):125,

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya, Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Dari ayat tersebut dapat kita ketahui bahwa berdiskusi dibolehkan, tetapi dengan cara yang baik. 

(Baca juga: 
“Kesantunan Berbahasa di dalam Islam” Suara Muhammadiyah online, 2 Agustus 2002
“Mengkritik Tanpa Kebencian dan Tanpa Mengolok-Olok” Suara Muhammadiyah online, 4 Januari 2022
“Menanggapi Kritik Tanpa Dendam” Suara Muhammadiyah online, 13 Januari 2022)

Kadang-kadang persengketaan terjadi karena masalah yang sesungguhnya dapat diselesaikan dengan cara sangat sederhana. Peralatan dapur seperti gelas, mangkuk, sendok, dan piring, yang dipinjam tetangga, tetapi “tersimpan” di rumah tetangga itu kadang-kadang menjadi penyebab persengketaan yang berlarut-larut, bahkan, berkembang tak menentu arah. 

Kasus persengketaan yang sering terjadi adalah “perebutan” sesuatu misalnya tanah. Ada kasus yang sangat memprihatinkan. Orang tua telah mewakafkan sebagian tanahnya kepada Muhammadiyah. Namun, seketika orang tua itu meninggal, anak-anaknya menarik kembali tanah tersebut, padahal di tanah itu telah dibangun amal usaha. Anak-anak minta agar tanah itu dibeli dengan harga terkini.

Akibatnya, hubungan antartetangga terganggu. Lebih-lebih lagi, proses balik nama tanah itu baru dimulai atau malah sama sekali belum dimulai karena orang tua yang mewakafkannya dan orang-orang yang mewakili Muhammadiyah bertetangga sangat baik. Mereka saling percaya.

Masjid pun kadang-kadang disengketakan oleh dua kelompok yang berbeda organisasinya, padahal mereka bertetangga dan salat berjamaah di dalam masjid yang sama. Kelompok (1) mengklaim telah menerima amanah untuk mengelola masjid itu dari keluarga pendiri masjid. Namun, kelompok (2) menolak klaim itu karena tidak ada bukti penyerahan secara tertulis yang dikuatkan oleh notaris. 

Warga Muhammadiyah sudah mempunyai pengalaman yang sangat banyak dalam penyelesaian sengketa semacam itu.  Dengan menempuh pendekatan yang komprehensif, hubungan baik antartetangga tetap terpelihara. Alhamdulillahi rabbil’alamin.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Berjuang dan Menang Oleh: Hendra Apriyadi Tanggal 24 Januari 2025 menjadi momen yang istimewa dala....

Suara Muhammadiyah

27 January 2025

Wawasan

Surga: Apakah Cukup dengan Identitas Agama di Kolom KTP? Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Ranti....

Suara Muhammadiyah

8 April 2025

Wawasan

Bekal Menyambut Ramadhan Oleh: Mohammad Fakhrudin Berdasarkan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammad....

Suara Muhammadiyah

9 March 2024

Wawasan

Oleh: Azrohal Hasan Pendidikan merupakan instrumen penting untuk melahirkan manusia unggul, manusi....

Suara Muhammadiyah

17 July 2025

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Imam Syafi'i memberi banyak pen....

Suara Muhammadiyah

13 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah