Mengapa Rush pada BSI Harus Dilakukan Muhammadiyah?
Oleh: Amidi, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UM Palembang dan Bendahara BPH IkesT Muhammadiyah Palembang
Melalui Memo Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) Nomor 320/2.0/A/2024 tentang Konsolidasi Dana yang dikeluarkan pada 30 Mei 2024, resmi Persyarikatan dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) menarik dananya dari Bank Syariah Indonesia (BSI).
Penarikan dana oleh Muhammadiyah (rush versi Muhammadiyah) tersebut, diikuti pula oleh pimpinan/pengurus Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM di tingkat Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting. Singkat kata, semua komponen Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM ramai-ramai menarik dananya di BSI tersebut.
Mengapa Rush?
Sebenarnya, Muhammadiyah sudah komitmen dan konsisten dengan kehadiran bank syariah di negeri ini. Tidak lama hadirnya bank syariah dan siiring dengan bertambahnya bank syariah di negeri ini, Muhammadiyah sudah mengambil sikap dengan menerapkan cash management.
Hadirnya cash management, didasari oleh dorongan supaya adanya sistem pengelolaan keuangan terpadu dan efisien, yaitu arus dan saldo kas jangka pendek (liquid) milik Muhammadiyah.
Dana yang dimiliki Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM tidak kecil. Mukhaer Pakkanna dalam Pedoman Karya, 23 Mei 2016 mensinyalir yang dikutipnya dari Sudibyo bahwa pada saat itu secara akumulaitif jumlah dana liquid (jangka pendek) yang tersimpan pada rekening yang dimiliki Persyarrikatan Muhammadiyah dan AUM diperkirakan Rp. 15 Triliun. Dari jumlah itu, baru dimanfaatkan sekitar 10 persen, lantas kemana 90 persennya ?
Jika tidak dikelola secara baik, jika tidak dimanfaatkan secara maksimal, maka akan timbul opportunity cost dari dana yang dimiliki tersebut. Untuk memanfaatkan dan menciptakan nilai tambah (value added) dari dana tersebut serta agar memberi kemaslahatan bagi umat dan atau orang banyak terlebih kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), maka perlu adanya cash management.
Dalam menyikapi keberadaan Bank syariah di negeri ini, jauh-jauh hari Muhammadiyah dalam kebijakan mengamankan, mengoptimalkan dananya dan memberi kemaslahatan kepada umat terlebih UMKM, Muhammadiyah sudah memutuskan untuk bermitra yang ditandai dengan nota kesepahaman dengan Pengurus Pusat Muhammadiyah Jakarta, pada 15 Desember 2011, dengan tujuh (7) bank syariah, yakni Bank Muamalat, Bank Syariah Bukopin, Bank Danamoin Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, BNI Syariah dan BTN Syariah. (Kompas.com, 27 Desember 2011)
Kemitraan tersebut mengindikasikan bahwa Muhammadiyah komitmen dengan bank syariah. Lantas, dalam perjalanannya, bulan ini organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini memutuskan menarik dananya secara besar-besaran atau “bombastis” dari BSI, dengan kata lain, dapat dikatakan, semua dana yang ada pada BSI ditarik oleh Muhammadiyah melalui pimpinan/pengurus Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM.
Adanya langkah yang mengejutkan tersebut, timbul berbagai pertanyaan, dan berbagai pendapat, ada yang “menduga-duga” penyebab Persyarikatan Muhammadiyah dan AUM melakukan penarikan dananya di BSI tersebut, karena akan ada unsur politis yang akan mewarnai BSI, ada ketidak konsistenan BSI dalam menyalurkan dana yang dimiliki Muhammadiyah dan AUM tersebut, ada yang menyatakan Muhammaidyah takut uangnya hilang begitu saja dan berbagai pendapat lainnya
Untuk menengahi kekisruan dikalangan masyarakat, akhirnya Anwar Abbas salah satu Ketua Pimpinan Pusat Muhamamdiyah “angkat bicara” dengan menjelaskan bahwa penarikan dana tersebut karena dana Muhammadiyah terlalu banyak berada di BSI, sehingga secara bisnis dapat menimbulkan risiko konsentrasi (concentration risk), sementara pada bank syariah lain masih sedikit, sehingga bank syariah lain tidak berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI baik dalam penempatan dana maupun pembiayaan. Untuk itu Muhammadiyah memutuskan untuk mengalihkan dana di BSI ke sejumlah bank syariah lain. (CnnIndonesia.com, 5 Juni 2024)
Syariah Harus Menonjol
Bila ditilik dari keberadaan bank syariah sampai saat ini saja, masih perlu adanya perjuangan dipihak pengelola untuk membuktikan eksistensi atau ke-syariah-an bank syariah di negeri ini. Ini penting, agar bank syariah bisa menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk “memarkirkan” dananya dibank.
Idealnya, hadirnya semua bank syariah di negeri ini digandrungi masyarakat. Namun tidak demikian, dilapangan tidak sedikit masyarakat yang belum gandrung dengan bank syariah, dilapangan masih terdapat beberapa keluhan dari nasabah bank syariah.
Keluhan dalam hal penetapan bagi hasil, ada yang “menggerutu” bagi hasil yang dilakukan bank syariah sudah ditetepkan dimuka, apa bedanya dengan bank konvensional. Keluhan dalam hal “potongan ini dan potongan itu” atas jasa simpanan pada bank syaraiah, yang tak ubahnya dengan bank konvensional. Keluhan ATM bank syariah kebanyakan masih bergabung dengan bank konvensional. Keluhan keuntungan (bagi hasil) yang diperoleh pada bank syariah lebih kecil dibandingkan dengan bank konvensional. Keluhan tentang hasil akhir produk pelayanan bank syariah yang lebih mahal dari bank konvensional.
Hal ini diperkuat oleh pendapat para ulama. Pendapat pertama yang menyatakan bahwa pada praktiknya bank syariah tidak bedanya dengan bank konvensional. Dalam arti, sama-sama mengandung unsur riba. Salah satu contoh kesamaan itu adalah adanya keuntungan bersama yang sudah ditentukan sebelumnya yang tidak ada bedanya dengan bunga bank konvensional. Padahal bagi hasil yang sesuai syariah itu tidak boleh ditentukan sebelumnya. Pendapat kedua yang menyatakan sudah sesuai Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, berdasarkan fatwa-fatwa DSN MUI. (Kurnia Zuni dalam kompasiana. 12 Juni 2019)
Muhammadiyah Bisa Mandiri
Pengurus Muhammadiyah sebenarnya bisa saja mengelola dana sendiri melalui lembaga keuangan yang dimilikinya dan atau dalam rangka membesarkan lembaga keuangan yang dimilikinya dan atau membentuk/mendirikan lembaga keuangan (bank) baru lagi. Namun, Muhammadiyah dalam hal ini mempunyai pertimbangan tersendiri, tidak akan memonopoli atau praktik monopoli.
Begitu juga dengan langkah mengembangkan AUM melalui dana yang dimiliki Muhammadiyah sendiri, atau dana yang dimiliki oleh AUM yang besar dipinjamkan kepada AUM yang masih membutuhkan bantuan dana, sehingga dana yang dimiliki Muhmamdiyah hanya sebagian kecil saja diparkirkan ke bank.
Namun, Muhammadiyah pun ingin berkontribusi tidak hanya pada bidang pendidikan dan kesehatan dan bidang amal usaha bidang ekonomi yang dimiliki saja, tetapi ingin berkontribusi juga pada pelaku usaha diluar Muhammadiyah terutama dalam membesarkan UMKM.
Harapan Muhammadiyah, dengan menempatkan dana pada bank syariah yang sudah menjadi mitra tersebut, agar mereka dapat menyalurkan dana Muhammadiyah pada pelaku UMKM, agar UMKM bisa maju, berkembang dan naik kelas.
Jika penyaluran dana oleh BSI, lebih dominan kepada pelaku bisnis besar dan atau kelas kakap, maka jelas Muhammadiyah akan berpikir ulang tentang dananya yang sudah dilepasnya pada BSI tersebut. Jika ini yang terjadi, wajar jika Muhammadiyah akan melakukan rush atas dananya tersebut.
Kemudian Muhamadiyah memilih bermitra dengan bank syariah tersebut, karena Muhamamdiyah beruapaya agar terhindar dari unsur “riba”. Sehingga, tidak salah jika ada transaksi dengan relasi yang mewajibkan pembayarannya harus melalui bank konvensional, setelah dana tersebut di terima, di pindahkan pada bank syariah.
Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa Muhammadiyah mempercayakan dana-nya “parkir” pada bank syariah yang menjadi mitra tersebut, agar dana tersebut memang dikelola secara syariah, dan menjunjung tinggi kejujuran serta senantiasa amanah.
Dengan demikian, artinya jika dari berbagai pertimbangan tersebut, Muhamamdiyah merasa “terusik”, wajar jika Muhammadiyah memindahkan dananya. Apalagi, seandainya akan ada sinyal bank syariah tersebut mau memformat manajemennya dengan unsur politis dan akan melenyapkan unsur amanah-nya, bisa saja mendorong Muhamamdiyah “gusar” dan bertindak skeptis. Sebaliknya, seandainya Muhammadiyah merasakan bank syariah lain yang masih bisa memenuhi harapannya, bisa saja Muhamamdiyah beralih kepada bank syariah mitranya yang lain.
Lagi pula, Muhammadiyah juga memperhatikan perkembangan yang terjadi. Beberapa tahun ini tidak sedikit lembaga keuangan bermasalah, asuransi gagal bayar, pembobolan dana nasabah bank, dana nasabah bank dikorupsi, dan adanya tindakan moral hazard yang bercokol dalam lembaga keuangan tersebut.
Ini bisa saja menjadi pertimbangan Muhammadiyah untuk memindahkan/mengamankan dananya. Untung saja, pemindahan itu masih pada bank syariah mitra dan atau bank dalam negeri, jika pemindahan itu dilakuakn Muhamamdiyah pada bank syariah luar negeri karena Muhammadiyah ada di sana, maka yang rugi kita semua.
Untuk itu, mulai saat ini bank syariah, terutama bank syariah yang sudah menjadi mitra Muhammadiyah, harus benar-benar dapat memahami apa mau-nya Muhammadiyah, dan dapat menggiring bank syariah yang mereka kelola merupakan bank syariah yang memang benar-benar menajalankan syariat Islam. Selamat Berjuang!