Membangun Tradisi Membaca Dan Menulis
Oleh: M. Husnaini, S.Pd.I., M.Pd.I., Ph.D.
Menulis, Harus Diakui, Belum Menjadi Tradisi Kita. Jangankan Menulis, Membaca Saja Belum Digemari. Kebanyakan Kita Lebih Senang Berbicara. Bahkan, Tradisi Menonton Dan Mendengar Lebih Mendingan Dibanding Tradisi Membaca Dan Menulis.
Keterampilan Berbahasa Paling Sederhana Ialah Berbicara. Anak Berusia Dua Tahun Sudah Mulai Dapat Berbicara. Di Pesantren-Pesantren Atau Kursus-Kursus Yang Mengajarkan Bahasa Inggris Dan Arab, Misalnya, Sekitar Tiga Bulan Masuk, Santri Atau Pelajar Dimungkinkan Sudah Mampu Berbicara Dengan Dua Bahasa Asing Tersebut.
Yang Lebih Sulit Dari Berbicara Adalah Mendengar. Banyak Orang Terampil Berbicara Dengan Bahasa Inggris, Tetapi Begitu Mendengar Dialog Inggris, Apalagi Diucapkan Oleh Orang Barat Asli, Masih Belum Paham Sempurna. Dalam Kehidupan Nyata Juga Terbukti Bahwa Tidak Sedikit Orang Pandai Berbicara, Tetapi Susah Disuruh Mendengar.
Keterampilan Di Atasnya Lagi Adalah Membaca. Dari Sekian Juta Umat Islam Di Indonesia, Berapa Gelintir Yang Terampil Membaca. Membaca, Kata Sebagian Kita, Adalah Pengantar Tidur. Sedih Sekali Mendengar Pernyataan Tersebut. Parahnya Lagi, Tidak Sedikit Dari Orang Yang Berpendapat Demikian Adalah Pemilik Gelar Pendidikan Tinggi.
Setelah Berbicara, Mendengar, Dan Membaca, Keterampilan Puncak Adalah Menulis. Orang Yang Terampil Di Bidang Ini Lebih Sedikit Lagi. Buktinya, Di Kalangan Umat Islam, Jumlah Penceramah Lebih Banyak Ketimbang Jumlah Penulis. Lembaga Pendidikan Kita Lebih Banyak Melahirkan Khatib Dan Pembicara Daripada Penulis, Kendati Syarat Kelulusan Yang Ditetapkan Adalah Karya Tulis (Paper, Skripsi, Tesis, Dan Disertasi).
Membaca Dan Menulis Jelas Sunah Agama Yang Pertama Dan Utama, Tetapi Dilupakan Banyak Orang. Padahal, Wahyu Yang Pertama Kali Turun Adalah Perintah Membaca Dan Karya Tulis Juga Merupakan Tanda Intelektualitas Seseorang, Bukan Sekadar Gelar Pendidikan Atau Jabatan. Jika Membaca Adalah Gerbang Ilmu, Menulis Itu Pengikat Ilmu.
Kalau Mau Jujur, Sebab Utama Pertikaian Dan Perdebatan Tiada Ujung Pangkal Adalah Minimnya Tradisi Membaca Dan Menulis. Sebab, Efek Negatif Dari Menurunnya Minat Membaca Adalah Meningkatnya Hasrat Berkomentar. Kekeliruan Berpendapat Dapat Dimaklumi Selama Orang Masih Bersedia Membaca. Patut Kita Renungkan Nasihat Imam Al-Ghazali, “Saya Tidak Merasa Cemas Dengan Orang Yang Terus Berpikir Sekalipun Dia Sesat. Karena, Dia Akan Kembali Kepada Kebenaran. Tetapi Saya Cemas Dengan Orang Yang Tidak Pernah Berpikir Sekalipun Dalam Posisi Mendapatkan Petunjuk. Karena, Dia Akan Menjadi Bagai Daun Kering Ditiup Angin.”
Terkait Kedahsyatan Menulis, Sayyid Quthb (1906-1966) Pernah Bilang Bahwa Satu Peluru Hanya Mampu Menembus Satu Kepala, Tetapi Satu Tulisan Mampu Menembus Ribuan, Bahkan Jutaan Kepala. Sebab Itulah Mukjizat Agung Yang Diturunkan Kepada Nabi Muhammad Bukan Kedigdayaan Fisik Dan Kesaktian Materi, Melainkan Al-Qur’an.
Saatnya Umat Islam Melengkapi Keterampilan Berbicara Dan Mendengar Dengan Keterampilan Membaca Dan Menulis. Dengan Dua Keterampilan Terakhir Itulah, Insya Allah, Tradisi Berpikir Akan Tumbuh Dan Terkikislah Budaya Merasa Paling Benar Dan Paling Pintar Sendiri, Sembari Gemar Menyalah-Nyalahkan Orang Lain.
Akhirnya, Untuk Dapat Menulis, Terutama Untuk Menghasilkan Karya Tulis Yang Bagus, Kita Harus Belajar. Tetapi, Kita Tidak Mungkin Belajar Tanpa Mau Membaca. Karena, Manusia Menularkan Pengetahuan Dari Satu Kepala Ke Kepala Lain Melalui Karya Tulis. Aneka Ilmu Pengetahuan Dan Penemuan-Penemuan Dahsyat Juga Lahir Dari Bacaan.
Kendati Begitu, Yang Menyebabkan Kita Punya Karya Tulis Adalah Mulai Menulis Sekarang Juga. Dengan Kata Lain, Menulis Secara Rutin Adalah Syarat Mutlak Agar Kita Berhasil Punya Karya Tulis. Sekadar Rajin Membaca Atau Kutu Buku Tidak Menjamin Kita Punya Karya Tulis. Apalagi Cuma Aktif Ikut Pelatihan Menulis Dan Hafal Teori-Teori Serta Motivasi Menulis.
M. Husnaini, S.Pd.I., M.Pd.I., Ph.D., Dosen Jurusan Studi Islam, Prodi Ilmu Agama Islam Program Magister, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia