Memaknai Kuncara di Era Modern

Publish

24 August 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
57
Istimewa

Istimewa

Memaknai Kuncara di Era Modern

Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul)P, enasehat PRM Troketon, Pedan, Klaten

"Sastra Jawa merupakan nilai-nilai yang agung dari olah rasa, budi, serta menjadi kultur budaya dari para leluhur kita. Sastra ini telah banyak memberikan corak dalam berinteraksi sosial, entah dalam komunikasi, sastra, bangunan, sosial budaya, maupun ekonomi yang mengandung tuntunan dengan bahasa kritik, sindiran, dan pemantik yang halus juga tegas."

Kita tidak asing mendengar sebuah ungkapan "Kuncara", baik itu nama orang atau ungkapan sebuah lingkungan atau daerah. Akan tetapi, generasi sekarang ini mungkin menganggap ungkapan tersebut asing dan tidak tahu arti serta makna ungkapan "Kuncara" itu sendiri. Seperti halnya ketika penulis memberikan tausiyah kebangsaan di lingkungan penulis, ada seorang yang bertanya: apa pengertian dan makna Kuncara itu sendiri?

Jika merunut dari beberapa literatur, maka kita akan mendapatkan pencerahan atau definisi dari Kuncara yang bisa ditinjau dari beberapa sudut pandang dalam kehidupan. Yang pertama adalah:

Kuncara dalam bahasa Jawa memiliki beberapa arti, namun yang paling umum adalah terkenal, termasyhur, atau populer. Selain itu, bisa juga berarti mulia, terhormat, atau terkemuka.

Berikut adalah beberapa arti dan contoh penggunaan kata "kuncara":

Terkenal/Termasyhur: contoh Nabi, Wali Sanga, KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari. Seseorang yang memiliki nama baik dan dikenal banyak orang.

Mulia/Terhormat: Seseorang yang memiliki kedudukan tinggi dan dihormati. Contoh Sultan Agung, Ranggawarsita.

Terkemuka: Sesuatu yang menonjol dan menjadi pusat perhatian. Contohnya Ka'bah, Masjid Nabawi, Piramida, Borobudur, Masjid Agung Demak, alun-alun, dan lain sebagainya.

Selain itu, makna dari Kuncara mengandung pengertian dan sebuah harapan yaitu terbangunnya tingkat kebijaksanaan sampai pada puncak atau mahkota, dengan kesempurnaan dan kebijaksanaan. Secara spiritual, Kuncara bermakna nilai-nilai yang didasari kesucian, kebenaran, dan keadilan yang tertanam pada jiwa dan raga setiap umat manusia.

Jika nenek moyang kita, para leluhur, mampu membuktikan dengan akal dan budi mereka menghasilkan karya serta membangun peradaban walaupun di tengah keterbatasan, baik itu berupa peninggalan sastra, artefak, bangunan, dan yang tidak kalah penting nilai-nilai keteladanan.

Kuncara vs Asor

Di tengah hiruk pikuk kehidupan era modern, nilai-nilai yang diwariskan para leluhur kita mulai memudar. Anak sekarang sudah tidak tahu dan tidak hafal lagu-lagu dolanan, generasi sekarang sudah jauh meninggalkan kultur dan budaya, seperti jalan jongkok ketika menyerahkan hidangan pada saat hajatan dengan lesehan. Dan yang lebih memprihatinkan, banyak generasi sekarang yang tidak memahami nilai subasita, unggah-ungguh mulai luntur bahkan sebagian sudah hilang dan tidak terawat.

Banyak bangunan yang bernilai sejarah tidak mendapat perhatian. Masih banyak para petani, buruh, guru, dan pedagang yang jauh dari impian. Pendidikan kita masih tertinggal dibanding negara tetangga. Banyak pejabat menari di atas penderitaan rakyat, wakil rakyat lebih senang dengan pencitraan tapi lupa bahwa rakyatnya menjerit.

Sehingga, jika melihat kondisi saat ini kita prihatin karena jauh dari kata Kuncara. Justru kita dalam kondisi Asor (direndahkan - Jawa red).

Dan itu semua disebabkan oleh ulah umat manusia yang jauh dari nilai-nilai yang diajarkan agama maupun nilai luhur yang diajarkan para leluhur, yang sebenarnya penuh makna dan tuntunan. Banyak terjadi perilaku budaya yang menyimpang karena hanya menuruti nafsu atau ego, baik secara pribadi maupun kelompok/golongan semata. Para pemangku menari di atas penderitaan rakyatnya.

Lantas, apakah kita menyerah atau mengikuti tanpa arah? Dalam menyikapi ini, kita tidak boleh menyerah karena kita masih punya tanggung jawab kepada para pendahulu negeri ini, para pejuang, tentara veteran, pejuang kemerdekaan, para pahlawan bangsa. Maka, dengan usia 80 tahun Indonesia merdeka ini, kita harus membangun tingkat kesadaran yang tinggi.

Dengan demikian, kita akan menjadi pribadi yang kuncara sehingga memberikan pantulan cahaya kemasyhuran atau Kuncara bagi bangsa dan negara. Sebab, beberapa abad silam bangsa kita ini disegani bangsa lain.

Itu dapat diwujudkan dengan membangun keselarasan kesucian hati, kebenaran, keadilan yang nyata, sehingga kemakmuran akan terwujud. Aamiin.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

IMM Bersatu Menuju Indonesia Berdaulat Oleh: Asman Budiman, Kabid Riset dan Pengembangan Keilmuan, ....

Suara Muhammadiyah

26 February 2024

Wawasan

Anak antara Harapan dan Ratapan: Refleksi Hari Anak Nasional Edi Sugianto, Dosen IAI Al-Ghurab....

Suara Muhammadiyah

26 July 2024

Wawasan

Menjaga Amanah Persyarikatan Oleh: Saidun Derani Pada Pembukaan Baitul Arqam Pimpinan  Univer....

Suara Muhammadiyah

14 January 2024

Wawasan

Calon Presiden Keren Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Wakil Sekretaris LPCR PP Muhammadiyah Mencermati di....

Suara Muhammadiyah

29 December 2023

Wawasan

Pengenalan Pembelajaran Coding Bagi PAUD Oleh: Afridatul Laila Amar, Guru PAUD ‘Aisyiyah Dudu....

Suara Muhammadiyah

3 July 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah