MALANG, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar Closing Ceremony program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) pada Sabtu, 21 Juni 2025 lalu. Acara ini menjadi penutup masa pembelajaran bagi mahasiswa asing penerima beasiswa Darmasiswa, KNB, SUMMIT, dan NAM yang telah belajar di UMM selama setahun terakhir.
Suasana meriah terlihat sejak awal acara. Mahasiswa asing tampil memukau dengan beragam pertunjukan seni budaya Indonesia. Mereka menarikan tarian tradisional, membacakan puisi dan dongeng dalam bahasa Indonesia, menyampaikan pidato dalam bahasa Indonesia, memainkan gamelan, serta menyanyikan lagu-lagu daerah. Penampilan-penampilan ini menjadi bukti keberhasilan mereka dalam memahami bahasa dan budaya Indonesia secara mendalam.
Terkait hal ini, Wakil Rektor V UMM, Prof. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si. mengungkapkan kebanggaannya terhadap para mahasiswa asing yang telah menyelesaikan program dengan semangat dan cinta terhadap Indonesia.
“Penampilan hari ini adalah simbol keberhasilan kalian. Bahasa Indonesia bukan hanya dipelajari, tetapi juga dihayati. Kalian adalah duta-duta budaya Indonesia yang akan membawa cerita tentang bangsa ini ke dunia,” ujarnya.
Adapun program BIPA UMM telah berlangsung sejak tahun 1990 dan resmi dikelola secara struktural pada 2006. Melalui program ini, mahasiswa asing mempelajari bahasa dan budaya Indonesia dalam kurun waktu sekitar satu tahun. Beasiswa Darmasiswa dan KNB didanai oleh pemerintah Indonesia, sedangkan SUMMIT dan NAM merupakan program beasiswa internal UMM. Kurikulum yang digunakan seluruhnya seragam, berfokus pada penguasaan bahasa serta pemahaman budaya Nusantara.
Kepala UPT BIPA UMM, Dr. Arif Budi Wurianto, M.Si., menyampaikan bahwa hingga kini ratusan mahasiswa asing telah mengikuti program tersebut. Ia menilai bahwa program BIPA menjadi wujud konkret kontribusi UMM dalam menginternasionalkan Bahasa Indonesia.
“Kami tidak hanya mengajarkan bahasa, tapi juga menyampaikan nilai-nilai budaya dan kemanusiaan Indonesia. Ini bukan sekadar proses belajar, tetapi jembatan antarbangsa yang memperkuat hubungan global,” kata Arif.
Salah satu mahasiswa, Cici asal Vietnam, mengungkapkan rasa cintanya terhadap Indonesia. “Belajar di UMM sangat menyenangkan. Saya merasa sangat beruntung bisa belajar di sini. Saya suka guru-gurunya, teman-temannya, dan makanan Indonesia. Saya cinta Indonesia dan ingin kembali ke sini suatu hari nanti,” ujarnya.
Melalui program ini, UMM tidak hanya membangun reputasi internasional, tetapi juga menunjukkan bagaimana bahasa Indonesia dapat menyatukan beragam latar belakang budaya. Penutupan program ini bukanlah akhir, melainkan awal dari jalinan diplomasi budaya yang akan terus tumbuh melalui bahasa Indonesia. (*)