Lailatul Qadar Untuk Semua
Oleh: Kumara Adji Kusuma, Dosen Universitas Muhammadiyah Sidoarjo dan Wakil Ketua Majelis Tabligh PDM Sidoarjo
Bagi mereka yang tenggelam dalam kenikmatan Ramdhan, tidak akan merasakan bahwa, Ramadhan tiba-tiba telah berada di penghujung waktunya. Ini membawa kesan syahdu tersendiri darlam diri: tentang kerinduan, tentang hasrat untuk bertemu kembali.
Setiap kali Ramadhan memasuki sepuluh malam terakhir, umat Islam di seluruh dunia berlomba-lomba mencari Lailatul Qadar. Malam yang disebut lebih baik dari seribu bulan ini dipenuhi dengan keberkahan, ampunan, dan limpahan rahmat dari Allah.
Namun, bagaimana jika seseorang merasa tidak mendapatkan tanda-tanda khusus dari Lailatul Qadar? Karena itu, bisa jadi ada perasaan lain, tidak hanya tentang kerinduan,tetapi bahkan juga tentang penyesalan.
Ya, penyesalam karena diri ini tidak mampu memaksimalkan diri untuk meraih lailatul qadar, karena banyak pekerjaan. Haruskah ia berkecil hati?
Siapa yang Mendapatkan Lailatul Qadar?
Secara normatif, dalam berbagai riwayat disebutkan bahwa Lailatul Qadar diberikan kepada mereka yang bersungguh-sungguh dalam ibadah di sepuluh malam terakhir Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:
“Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama menjelaskan bahwa orang yang memperoleh Lailatul Qadar adalah mereka yang menghidupkan malam-malam tersebut dengan shalat, dzikir, doa, dan tilawah Al-Qur'an. Keutamaannya sangat besar, sebagaimana dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa malam ini lebih baik dari seribu bulan (QS. Al-Qadr: 3). Rasulullah saw. juga bersabda:
“Barang siapa yang menghidupkan Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun, apakah hanya mereka yang merasakan pengalaman spiritual luar biasa yang mendapatkan Lailatul Qadar? Bagaimana dengan orang-orang yang tidak merasakan tanda-tanda khusus di malam itu?
Di sinilah letak pentingnya memahami bahwa Lailatul Qadar bukan hanya sekadar pengalaman mistis, tetapi juga tentang perubahan diri.
Lailatul Qadar: Malam Perubahan Peradaban
Jika kita menilik sejarah, Lailatul Qadar adalah malam ketika Al-Qur’an pertama kali diturunkan. Turunnya wahyu di malam tersebut menjadi titik balik peradaban manusia. Sebuah masyarakat yang tenggelam dalam kejahiliyahan perlahan berubah menjadi masyarakat madani yang beradab, bermoral, dan berilmu.
Inilah esensi dari Lailatul Qadar: perubahan menuju kehidupan yang lebih baik.
Dalam konteks pribadi, Lailatul Qadar dapat dimaknai sebagai momen introspeksi dan resolusi diri. Bagi mereka yang pada malam-malam terakhir Ramadhan mendapatkan kesadaran untuk lebih mendekat kepada Allah, lebih disiplin dalam beribadah, lebih peduli terhadap sesama, dan lebih teguh dalam kejujuran, maka sejatinya mereka telah merasakan makna terdalam dari Lailatul Qadar.
Mencari Lailatul Qadar dengan Tekad Perbaikan Diri
Terlalu banyak orang yang berharap mendapatkan pengalaman mistis pada malam Lailatul Qadar—melihat cahaya yang tidak biasa, merasakan ketenangan yang berbeda, atau mengalami fenomena luar biasa lainnya. Tidak salah jika seseorang berharap demikian, tetapi lebih penting dari itu adalah bagaimana Lailatul Qadar menjadi pemantik perubahan dalam hidupnya.
Lailatul Qadar sejatinya adalah momen untuk menetapkan tekad:
1. Meninggalkan kebiasaan buruk – Apakah kita memiliki kebiasaan yang tidak bermanfaat, seperti menunda-nunda kebaikan, mudah marah, atau lalai dalam ibadah? Jika kita bertekad untuk berubah, itu adalah tanda bahwa Lailatul Qadar telah menyentuh hati kita.
2. Meningkatkan kualitas ibadah – Tidak hanya rajin shalat dan membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan, tetapi menjadikannya kebiasaan sepanjang tahun.
3. Menjadi pribadi yang lebih bermanfaat – Rasulullah saw. bersabda bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain. Jika setelah Ramadhan kita semakin peduli terhadap sesama, lebih banyak berinfaq, dan lebih banyak menebar kebaikan, maka itu adalah bukti bahwa kita telah memperoleh keberkahan Lailatul Qadar.
Kesadaran Lailatul Qadar: Lebih Dari Sekadar Malam
Spirit Lailatul Qadar bukan hanya tentang satu malam dalam setahun, melainkan tentang bagaimana seseorang menjadikan setiap harinya penuh dengan kesadaran dan perbaikan diri. Jika Al-Qur’an yang diturunkan pada Lailatul Qadar mampu mengubah sebuah peradaban, maka mestinya kita juga bisa menggunakan momentum ini untuk mengubah diri kita.
Bagi mereka yang merasa tidak mendapatkan pengalaman istimewa di malam-malam terakhir Ramadhan, janganlah berkecil hati. Lailatul Qadar bukan hanya milik segelintir orang yang merasakan keajaiban malam, tetapi milik siapa saja yang memiliki tekad kuat untuk memperbaiki diri. Selama kita berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, maka kita telah mendapatkan hakikat Lailatul Qadar.
Karena pada akhirnya, Lailatul Qadar bukan hanya tentang satu malam, tetapi tentang bagaimana malam itu mengubah kita untuk selamanya.
Semoga kita semua menjadi bagian dari orang-orang yang mendapatkan keberkahan Lailatul Qadar dengan menjadikannya sebagai titik balik perubahan dalam hidup kita. Amin.
Wallahu’alam