Kontribusi Pemikiran Etika Bisnis Rafik Issa Beekun terhadap Agenda Pariwisata Berkelanjutan Yogyakarta

Publish

25 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
137
Sumber Foto: Pinterest

Sumber Foto: Pinterest

Kontribusi Pemikiran Etika Bisnis Rafik Issa Beekun terhadap Agenda Pariwisata Berkelanjutan Yogyakarta

Oleh: Dani Yanuar Eka Putra, Mahasiswa S3 Studi Islam Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Yogyakarta merupakan salah satu destinasi utama pariwisata di Indonesia. Identitasnya sebagai kota budaya sekaligus pariwisata menjadikannya sebagai wilayah yang sangat bergantung dari kunjungan wisatawan. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selama tahun 2024, pertumbuhan ekonomi di Yogyakarta terus mengalami kemajuan. Mulai dari kuartal kedua sebesar 4,95% dan pada kuartal ketiga menjadi 5,05%. Sejak tahun 2020-2024 Yogyakarta mengalami lonjakan kunjungan. Terdapat 61.430 wisatawan mancanegara pada tahun 2020 dan melesat sangat signifikan pada tahun 2024 menjadi 408.402. Sementara untuk wisatawan lokal sejumlah 1.295.212 pada tahun 2020 dan mengalami lonjakan sangat pesat menjadi 26.595.507 pada tahun 2024. (Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta: 2020-2024).

Namun hal positif tersebut bukan berarti tanpa konsekuensi. Mulai dari tekanan lingkungan hidup, kemacetan, perubahan tata ruang, percampuran budaya, hingga rentannya kekuatan sosial masyarakat lokal. Masalah lingkungan kota Yogyakarta salah satunya adalah sampah, dalam sehari minimal terdapat 300 ton sampah yang dihasilkan, peningkatan bertambah ketika musim liburan¹. Di wilayah Sleman dalam triwulan 1 tahun 2025, UPTD Pelayanan Persampahan DLH Sleman mengangkut sekitar 6.000 ton sampah². Selain itu masalah lingkungan Yogyakarta adalah krisis air tanah/ penuruan muka air tanah. Sekitar 50% wilayah Yogyakarta dan Sleman mengalami krisis air dan penurunan muka tanah. Salah satunya di kota Yogyakarta tercatat penurunan sekitar 30 cm per tahun³.

Terkait dengan kerentanan sosial masyarakat, catatan Bappeda DIY menunjukkan bahwa jumlah miskin di Yogyakarta telag mencapai 445.550 jiwa dari total masyarakat Yogyakarta berjumlah 3.386.243. Maka terdapat 10% masyarakat  yang tidak linier dengan kemajuan ekonomi DIY. Bantul dan Gunung Kidul adalah wilayah yang termiskin di Yogyakarta, padahal sudah diketahui bahwa pada wilayah tersebut saat ini menjadi salah satu tujuan wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan⁴. 

Biografi Rafik Issa Beekun

Beekun adalah seorang professor manajemen dan strategi dalam kepemimpinan. Karyanya yang paling dikenal berjudul “Islamic Business Ethics” yang telah dituliskan pada tahun 1997. Karya lainnya yang cukup dikenal yaitu “Leadership: An Islamic Perspective” pada tahun 1999. Beekun meraih B.A. dan M.A. dari Columbia University, MBAnya diraih dengan bidang manajemen dari University of Texas dan Ph.D diraih dalam Business Administration. Sebagai professor, Beekun juga sebagai ketua Departement Managerial Sciences di University of Nevada⁵. 

Salah satu sumbangsih pemikiran utamanya adalah tentang melahirkan landasan-landasan atau norma dalam berbisnis. Mulai dari Tauhid (unity), keseimbangan (equilibrium), kehendak bebas (free will), tanggung jawab (responsibility), serta ihsan/ kebaikan (benevolence). Dalam hal bisnis, Beekun memiliki pemikiran bahwa bisnis tak sekedar mencari profit semata, namun juga tentang Amanah, tanggung jawab sosial, hingga pelestarian lingkungan. Pada Islamic Business Ethics ia secara eksplisit pentingnya hubungan yang harmonis antara perusahaan dan lingkungan alam⁶.

Pemikiran Beekun dalam Bisnis

Dalam pengkajian ilmu, etika adalah salah satu dalam ilmu dalam filsafat. Etika adalah ilmu yang di dalamnya mengkaji tentang pantas atau tidak pantas dan baik atau buruk. Secara umum etika adalah hasil dari pemikiran manusia dalam perenungan terhadap berbagai fenomena kehidupan. Berdasarkan etimologi, etika berasal dari kata ethos atau etikos yang biasa dan habitat. Etika seringkali juga dipersamakan dengan karakter utama, cara pandang, pemikiran, sikap, perasaan, atau kebiasaan yang melekat pada seseorang⁷. Sedangkan secara terminologi, etika adalah seperangkat norma yang dipedomani oleh individu atau kelompok sebagai landasan dalam mengatur berbagai perilakunya⁸. Sedangkan bisnis, adalah segala kegiatan yang terkait dengan produksi, distribusi, konsumsi, serta praktek pertukaran barang dan jasa dengan motif mendapatkan keuntungan atau profit⁹.

Sementara dalam Islam, segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh manusia haruslah merujuk pada sumber nilai dan norma utama dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Sehingga etika bisnis dalam Islam dapat didefinisikan dengan segala perangkat atau norma yang berdasarkan aqidah, akhlak, dan syariah yang bersumber kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan dalam berbisnis¹⁰. Landasan berdasarkan sumber “langit” ini menjadi penting karena manusia selalu diliputi oleh obyektifitas dan sangat relatif berdasarkan berbagai hal yang meliputinya. 

Rafik Issa Beekun, sebagai seorang akademisi muslim telah mencatumkan beberapa hasil pemikirannya tentang landasan-landasan atau norma yang penting diadopsi dalam berbisnis. Pertama, yaitu Tauhīd (unity). Landasan atau norma ini berdimensi vertikal. Konsep ini menegaskan tentang homogenitas seluruh makhluk yang berbeda, termasuk dalam hal ekonomi, bisnis, politik, agama, dan kemasyarakatan. Beekun berpandangan bahwa perbuatan diskriminatif terhadap pekerja, pemasok, pembeli atau siapa saja yang memegang saham berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, hingga agama sekalipun adalah perilaku menyimpang dari etika Islam (QS. Al-Hujurat (49): 13). Selain itu menimbun kekayaan adalah bagian dari keserakahan yang sangat dilarang di dalam Islam. Keserakahan adalah bagian dari perilaku yang menghadirkan ketimpangan. Sementara konsep tauhīd menegaskan tentang keadilan dalam distribusi kekayaan¹¹.

Kedua, adalah Keseimbangan (Equilibirum). Keseimbangan adalah konsep yang beririsan kuat dengan keadilan. Bahkan dalam beberapa literatur keseimbangan itu lebih tinggi dari keadilan. Beekun mendefinisikan keseimbangan ini dalam bentuk harmonisasi dalam kehidupan. Keseimbangan kehidupan adalah bagian dari perintah Islam (QS. Al-Qamar (54): 59). Jika diberlakukan dalam bisnis, maka wujud dari keseimbangan diantaranya adalah tidak melakukan berbagai kecurangan dalam takaran, tidak menginformasikan yang tidak sesuai dengan fakta. Selain itu keseimbangan ini juga bertolak belakang dengan sikap berlebihan atau boros terhadap harta yang telah diperoleh. Hal ini sangat erat kaitannya dengan sikap atau hidup hedonis para pelaku bisnis yang terlarang¹².

Ketiga, Kehendak Bebas (Free Will). Manusia diciptakan oleh Allah Swt dengan kebebasan dalam memilih setiap pilihan (QS. Al-Kahfi (18):13). Namun perlu dipahami, bahwa setiap kebebasan selalu diiringi tanggung jawab. Kebebasan manusia dalam berfikir dan memilih akan selalu memiliki konsekuensi. Mengapa, karena setiap kebebasan dalam Islam selalu bersamaan dengan aturan dari Tuhan dalam bentuk perintah, larangan hingga anjuran yang seluruhnya akan kembali kepada manusia. Bahkan dalam Islam, setiap manusia sebelum kehaliharannya di dunia sudah memiliki ikatan dengan Allah Swt (QS. Al-A’raf (7): 172). Ikatan tersebut tentang berimplikasi juga pada ikatan lainnya dalam bentuk sosial dan lingkungan. Dalam hal ekonomi Islam, konsep tentang adanya “tangan tidak terlihat” dari Adam Smith sangatlah bertentangan. Mengapa, karena aspek ini tidak sesuai dengan adanya nafs ammarah. Beekun menyebutkan begitu banyaknya praktik kecurangan dalam bisnis disebabkan karena ketidakmampuan dalam mengendalikan diri. Oleh karena itu, pentingnya Homo Islamicus yang telah dituntun dan diatur oleh Allah Swt agar dapat memandu dan melahirkan tindakan etis¹³.  

Keempat, Tanggung Jawab (Responsibility). Kebebasan tanpa batasan adalah absurbditas; karena hanya akan berakibat hilangnya tanggung jawab atau akuntabilitas. Dalam hal memenuhi konsep tauhīd dan keadilan maka setiap manusia harus bertanggung jawab atas segala hal yang telah dilakukan. Inilah konsep moral yang telah diajarkan oleh Allah Swt melalui rasul-Nya (QS. Al-Hujurat (49): 13). Dalam hal berbisnis, seorang pembisnis muslim jika melakukan hal yang tidak etis maka tidak dapat menyalahkan keadaan atau orang lain karena lingkungan bisnis yang terbentuk adalah lingkungan bisnis yang jauh dari Islam. Namun setiap pribadi akan bertanggung jawab atas dirinya karena setiap yang dilakukan akan ditentukan oleh dirinya dalam memilih yang etis atau yang tidak etis¹⁴.

Kelima Kebajikan/Ihsān (Benevolence). “Tindakan yang menguntungkan orang lain lebih dari tindakan orang tersebut dan dilakukan tanpa kewajiban apapun”, inilah definisi kebajikan menurut Beekun. Sehingga dapat mudah dipahami bahwa berbuat ihsan adalah memberikan lebih dari semestinya atas konsekuensi yang dilakukan melampaui dari yang diwajibkan. Lalu Beekun mengutip beberapa pandangan Imam al-Ghazali dalam kitab Ihyā ‘Ulūmuddin dalam berbisnis. Pertama, jika seseorang bertransaksi hendaknya tidak mengambil keuntungan terlalu tinggi, namun jika melupakan keuntungannya maka itulah kebaikan yang lebih baginya. Kedua, jika seseorang membeli sesuatu dari orang miskin, maka disebut perbuatan ihsān ketika membayarnya lebih dari yang semestinya. Ketiga, jika terdapat transaksi hutang piutang, termasuk dalam kebajikan jika piutang memberikan waktu tenggang yang lebih panjang. Bahkan salah satu kebajikan yang utama apabila memberikan pengurangan atas pokok yang dipinjam. Keempat, jika terdapat ketidakcocokan atas barang yang telah dibeli, sudah seharusnya penjual memperkenankan untuk mengembalikannya, karena inilah kebaikan yang utama. Kelima, merupakan kebaikan utama bagi penghutang apabila melunasinya sebelum jatuh tempo. Keenam, jika transaksi secara kredit maka berikanlah waktu tenggang yang tidak memberatkan bagi pengkredit¹⁵.

Pariwisata Yogyakarta Berkelanjutan

Tauhīd atau unity memberikan penekanan bahwa semua kegiatan bisnis pariwisata harus diarahkan kepada jalan mendapatkan keridhaan Allah Swt. Segala hal yang merusak hubungan manusia dengan manusia, Tuhan, hingga lingkungan pada hakikatnya sedang merusak dirinya sendiri. Mengapa, karena kita adalah unity atau kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks pariwisata Yogyakarta, memaknai tauhīd dengan cara menghadirkan kesadaran bahwa manusia, alam (gunung, pantai, desa, masyarakat adat, budaya lokal) bukan sekedar komoditas usaha dengan tujuan keuntungan semata, namun sebagai makhluk Allah swt yang memiliki hak sebagai amanah yang harus dijaga bersama.

Keseimbangan atau al-‘Adl (equilibrium) mengaksiomakannya dengan konsep keberlanjutan yang seimbang antara profit, people, planet, dan paradise. Keseimbangan antara keuntungan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan keberlanjutan sosial budaya masyarakat adalah hal yang tidak boleh dikesampingkan dan harus menjadi fokus utama untuk masa depan bisnis yang berkelanjutan. Di Yogyakarta, dalam pengelolaan destinasi terlarang hanya berfokus pada mengejar jumlah kunjungan wisata, namun juga harus mampu mengendalikan jumlah sampah, meminimalisir pencemaran lingkungan, menghadirkan ruang masyarakat yang sehat, serta melindungi keluhuran budaya.

Kebebasan memilih harus didasari pada tanggung jawab atas konsekuensi dalam memilih. Tanggung jawab moral dalam Islam diatur di dalam Syariah Islam. Dalam bisnis wisata, pelakunya dapat memilih wisata yang menjaga masa depan lingkungan atau hanya mencapai keutungan meskipun terdapat eksploitasi, pelaku bisnis dapat memanipulasi atau menghormati wisatawan, menindas atau memberdayakan masyarakat sekitar. Etika bisnis Islam tentu mengajarkan berbagai pilihan yang bertanggung jawab untuk masa depan yang lebih maslahat.

Tanggung jawab atau al-Masuliyah (responsibility) adalah konsekuensi dari pilihan yang telah dipilih. Setiap tindakan manusia akan selalu dimintai pertanggung jawaban, baik di dunia ataupun di akhirat. Setiap pelaku bisnis atau siapa saja yag terlibat memiliki tanggung jawab untuk menjaga lingkungan, keselamatan, dan menerapkan seluruh keadilan bagi pekerja wisata, wisatawan, informasi yang terbuka, dan terus berkontribusi untuk hadirnya kesejahteraan masyarakat dan pelestarian lingkungan.

Kebajikan atau ihsān (Benevolence) adalah sikap yang lahir dalam bentuk melampaui dari sekedar kewajiban atau minimum. Jika dikaitkan dengan pariwisata Yogyakarta, perbuatan ihsān dapat diwujudkan dalam bentuk memberdayakan masyarakat, berbagi beasiswa bagi warga setempat, pelestarian tradisi, serta keterlibatan secar aktif dalam rehabilitasi lingkungan destinasi wisata. 

Yogyakarta 10 atau 20 tahun yang lalu sangat berbeda dengan hari ini. Saat ini traffic wisata di Yogyakarta sangatlah tinggi. Tingginya menyebabkan berbagai konsekuensi, baik positif ataupun negatif. Ketika merespon dampak negatif karena mengancam masa depan Yogyakarta, maka penting untuk mengadopsi norma-norma dalam pengelolaan bisnis. Salah satunya etika bisnis Islam yang telah disusun oleh Rafik Issa Beekun. Semoga masa depan Yogyakarta sebagai salah satu tujuan atau destinasi wisata tertinggi di Indonesia tetap lestari dan terjaga. (hanan)

1. Pemkot Yogyakarta Gandeng UGM Cari Solusi Inovatif Atasi Masalah Pengelolaan Sampah - Universitas Gadjah Mada

2. Masalah Lingkungan – Triwulan I Hasilkan 6.000 Ton Sampah | BPK RI Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

3. 50 Percent of Yogyakarta and Sleman Areas to Face Water Crisis - Universitas Gadjah Mada

4. Badan Perencanaan Daerah Provisi Daerah Istimewa Yogyakarta, Infografik Kemiskinan, 

https://bapperida.jogjaprov.go.id/dataku/infografik/kemiskinan 

5. Rafik Issa Beekun – Audio Books, Best Sellers, Author Bio | Audible.com

6. Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics, terj. Muhammad (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 82-86.

7. R. Sims, Ethic and Corporate Social Responsibility (Why Giant Fall, CT: Greenwood Press, 2003 dalam Ika Yunia Fauzia, Etika Bisnis Isam

Era 5.0 (Depok: Rajagrafindo Persada, 2021), h. 21.

8. K. Bertens, Etika (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2013), h. 3.

9. Louis E. Boone dan David L. Kurtz, Pengantar Bisnis Kontemporer, terj. Ali Akbar Yulianto dan Krista (Jakarta: Salemba Empat, 2007), h. 5.

10. Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dasar Pemikiran Etika Bisnis, Himpunan Putusan Tarjih Jilid 3, (Yogyakarta:

Penerbit Suara Muhammadiyah, 2018), 15.

11. Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics, terj. Muhammad (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 32-35.

12. Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics, terj. Muhammad (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 36-37.

13. Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics, terj. Muhammad (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 39-40.

14. Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics, terj. Muhammad (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 41-42

15. Rafik Issa Beekun, Islamic Business Ethics, terj. Muhammad (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 43-44.


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Surah An-Nisa ayat 48 dan 116 menjela....

Suara Muhammadiyah

14 June 2024

Wawasan

Dikala Kader Ikatan Bertemu Oleh: Rumini Zulfikar, Penasehat PRM Troketon "Siap Menjadi Kader Muha....

Suara Muhammadiyah

9 May 2025

Wawasan

Oleh: Prof Dr Mohammad Nur Rianto Al Arif, MSi, Ketua PDM Jakarta Timur   Muhammadiyah bukan ....

Suara Muhammadiyah

16 May 2025

Wawasan

Pola Pendidikan Orang Tua dalam Membimbing Anak-anak Menuju Masa Depan yang Gemilang Menurut Konsep ....

Suara Muhammadiyah

10 January 2024

Wawasan

Dakwah Komunitas: Menyentuh Kehidupan Perkotaan dengan Pendekatan Kontekstual Oleh: Achmad Fauzi/An....

Suara Muhammadiyah

10 April 2025