Kolaborasi UNIMUDA Sorong dan Papua Farm, Hadirkan Alternatif Irigasi Pertanian Modern

Publish

18 September 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
43
Foto Istimewa

Foto Istimewa

SORONG, Suara Muhammadiyah - Kelompok Tani Papua Farm merupakan kelompok tani yang berfokus dalam budidaya selada hidroponik. Kelompok ini beranggotakan 24 orang yang diketuai oleh Billiam Atihuta. Berawal dari keinginan untuk memproduksi sayuran bebas pestisida dan belum adanya sayur-sayuran “western” yang dibudidayakan yang menjadi alasan berdirinya Papua Farm dan menjadi pelopor pertanian hidroponik pertama di tanah Papua. 

Papua Farm didirikan pada tahun 2017 dan mulai beroperasi untuk fokus memproduksi selada hidroponik pada tahun 2019. Produksi selada hidroponik dilakukan pada greenhouse pembesaran mengunakan metode tanam NFT (Nutritent Film Technique) dengan media tanam yang dipakai adalah rockwool. Namun seiring berjalannya waktu, informasi dan hasil observasi dengan ketua kelompok tani. Billiam menjelaskan bahwa permasalahan saat ini adalah kenaikan harga bahan baku hidroponik yaitu biaya rockwool, nutrisi, dan benih. 

Untuk persentase biaya variabel tersebut memberikan 37% dari total biaya dan akan bertambah dengan kenaikan harga. Sehingga perlu menggunakan sistem pertanian modern alternatif yaitu dengan menggunakan sistem irigasi tetes tanah (Drip Irrigation System) demi menekan biaya operasional. Irigasi tetes meneteskan air melalui pipa di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Meskipun hanya sebagian area perakaran yang terbasahi, seluruh air yang ditambahkan dapat diserap dengan cepat dalam kondisi kelembapan tanah yang rendah.

Rockwool dan benih menyumbang biaya produksi yang paling tinggi. Dengan menggunakan drip irrigation system, maka dapat menekan biaya produksi tersebut. Di kebun Papua Farm akan dikembangkan selada sampai umur 3 bulan, hingga panen. "Hasil yang akan dipanen nantinya adalah benihnya, dengan harapan kita tidak lagi bergantung pada benih impor karena itu merupakan penyumbang biaya terbesar," Aldila Mawanti Athirah selaku ketua tim pelaksana pengabdian dalam keterangannya, Kamis (18/9). Drip irrigation system menggunakan selang yang disebut drip tape. Drip tape ini memiliki lubang setiap 20 cm. 

Lubang tersebut berfungsi untuk mengeluarkan air sesuai kebutuhan tanaman, yaitu kurang lebih 1,2 liter. Air mengalir dalam bentuk tetesan langsung ke setiap tanaman. Selain itu, drip irrigation system juga menggunakan pipa HDPE berwarna hitam, karena pipa ini tidak mudah ditembus cahaya. Jika menggunakan pipa biasa, lumut akan tumbuh di dalamnya dan dapat menyumbat aliran air. Karena itu, untuk menerapkan drip irrigation system harus menggunakan pipa HDPE.

Untuk umur panen tidak jauh berbeda dengan selada konsumsi yang ditanam dengan media hidroponik yang biasa dipanen sekitar 4–5 minggu. Sedangkan untuk produksi benih, waktunya sedikit lebih lama, yaitu sekitar 5 minggu lebih 4–5 hari. Hal ini karena pemberian nutrisinya hampir sama dengan sistem hidroponik. Berbeda dengan cara konvensional yang disiram manual, di mana distribusi nutrisinya tidak merata, dengan sistem ini semua tanaman bisa mendapatkan nutrisi secara tepat langsung ke akar. Penyiraman dengan drip irrigation system bisa menggunakan air biasa, misalnya air tanah. Penyiraman dilakukan 3 kali sehari, yaitu pagi sekitar jam 6, siang, dan sore. 

Pemberian nutrisi atau pupuk bisa berupa NPK atau POC organik, dan di kebun ini nantinya akan dikombinasikan. Nutrisi diberikan seminggu sekali, tidak setiap hari, sedangkan air diberikan setiap hari sebanyak 3 kali sehari. Untuk pertumbuhan yang bagus, tanah sebaiknya memiliki pH 6, karena pada pH 6 semua unsur hara dapat terserap dengan baik. Jadi penting sekali memiliki alat ukur pH untuk mengecek kondisi tanah sebelum menanam. Jika pH berada di kisaran angka 6, tanaman dapat dipastikan tanaman akan tumbuh dengan baik. pH sendiri adalah tingkat keasaman tanah, dan pada angka 6 tanaman bisa tumbuh lebih cepat dan memiliki bobot yang lebih tinggi.

Kualitas tanah juga harus diperhatikan. Tanah yang terlalu padat tidak bagus karena tidak memiliki porositas. Porositas adalah pori-pori tanah. Jika tidak ada pori-pori, oksigen tidak dapat masuk, sehingga akar tanaman juga tidak mendapatkan oksigen. Akar juga membutuhkan oksigen untuk tumbuh. Jika akar tidak mendapatkannya, tanaman bisa mati. Karena itu, harus menggunakan tanah yang gembur. Hal ini berlaku bukan hanya untuk drip irrigation system, tetapi juga untuk pertanian konvensional yang lain. Dengan pH tanah 6 dan kondisi tanah yang gembur, kita bisa menghasilkan sayuran dengan kualitas yang baik, bobot yang lebih tinggi, dan umur panen yang lebih cepat.

"Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian Kepada Masyarakat; Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi; Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi sebagai penyandang dana terlaksananya pengabdian ini tahun anggaran 2025," pungkas Aldila. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Pur....

Suara Muhammadiyah

1 November 2023

Berita

  Pesta HW Ke-10 di Ponpes At-Tajdid: Perayaan Syukur dan Pendidikan Karakter.  BLORA, S....

Suara Muhammadiyah

22 September 2024

Berita

SURABAYA, Suara Muhammadiyah - Memperkuat militansi dalam berorganisasi, pada Senin (25/12) Pimpinan....

Suara Muhammadiyah

26 December 2023

Berita

CILACAP, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman hadir dala....

Suara Muhammadiyah

2 December 2024

Berita

MALANG, Suara Muhammadiyah - Seleksi ketat Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Fakultas Kedokteran ....

Suara Muhammadiyah

16 May 2025

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah