Oleh: Saidang, Wakil Rektor 3 Universitas Muhammadiyah Enrekang
Beberapa kali umat Islam ini menghadapi kenyataan perbedaan dalam proses penentuan awal bulan qamariah. Perbedaan tersebut paling terasa ketika penetapan awal Bulan Ramadhan, Awal Bulan Syawal dan Bulan Dzulhijjah. Bulan Dzulhijjah khususnya dimana secara global semestinya tidak perlu ada perbedaan penetapan awal bulan karena berkaitan dengan kesamaan waktu ibadah puasa Arafah dengan waktu dimana jamaah haji melaksanakan ritual ibadah di padang Arafah. Pada kondisi seperti itu maka tentunya kita berharap kalau boleh tidak perlu ada perbedaan penetapan awal bulan.
Dampak yang harus diterima dengan perbedaan penetapan awal bulan tersebut dalam wilayah sosial berpotensi menimbulkan gejala yang tidak normal. Gejala sosial tersebut bisa berupa kebingungan umat, atau lebih jauh lagi adalah berpotensi mengakibatkan terjadinya disintegrasi dan bahkan yang paling ekstrim adalah perbedaan tersebut melahirkan konflik kultural di Tengah masyarakat.
Konflik yang ditengarai perbedaan ini paling membahayakan ketika issu tersebut masing-masing dipertahankan oleh organisasi keagamaan besar seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama. Problematikanya adalah karena masing-masing ormas tersebut memiliki jumlah massa yang relatif sama-sama besar.
Muhammadiyah kemudian menawarkan solusi yang cerdas untuk mengakhiri potensi perpecahan tersebut dengan kalender hijriah tunggal berbasis hisab hakiki. Kalender hijriah Tunggal ini diharapkan dapat diterima dalam konteks masyarakat Islam global. Karena kalender ini menawarkan kesatuan metode atau cara penetapan awal bulan qamariah.
Kalender hijriah tunggal ini dalam kaca mata ilmu sosial penting untuk menumbuhkan keteraturan kehidupan bermasyarakat. Keputusan ini tentunya berimplikasi kepada terwujudnya masyarakat yang damai dan saling menghidupkan solidaritas. Membangun masyarakat yang damai seperti yang dicita-citakan menciptakan kesentosaan yang dalam istilah Jawanya disebut gemah ripah loh jinawi atau diartikan negara dengan kekayaan alam yang berlimpah tenteram dan Makmur atau juga disebut baldatun tayyibatun warabbun gafuur. Tentunya untuk sampai kesana, perlu kita memiliki keteraturan dan kedamaian hidup.
Kalender yang seragam atau Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) menjadi sebuah struktur baru yang memudahkan terjadinya kohesi sosial. Kohesi sosial ini adalah solidaris umat Islam yang dalam hal ini bukan sekedar solidaritas organik seperti yang digambarkan Durkheim sebagai masyarakat kompleks yang semua serba kontraktual.
Akan tetapi masyarakat yang dibangun adalah masyarakat yang menumbuhkan solidaritas mekanik yakni sebuah masyarakat yang memiliki kepatuhan terhadap nilai-nilai kepercayaan yang sama. Masyarakat yang memiliki hubungan tanpa pamrih, penuh dengan keikhlasan karena menganut nilai-nilai kebenaran yang sama. Konsep seperti ini memungkin dapat diwujudkan dalam masyarakat yang homogen. Maka kalender hijriah tunggal ini merupakan ide untuk menyatukan masyarakat yang homogen tersebut.
Sebaliknya bahwa perbedaan dalam penetapan kalender justru berpotensi melahirkan disfungsi sosial. Disfungsi sosial ini adalah kondisi dimana ummat Islam ini saling mengandalkan ego sectoral, masing-masing menganggap diri lebih baik dari yang lain. Munculnya perilaku saling mentakfiri adalah wujud dari disfungsi sosial tersebut. Ketika perbedaan seperti ini dibiarkan maka lambat laun justru semakin melemahkan ummat dan di sisi yang lain justru memberi keuntungan kepada pihak yang pihak yang anti Islam untuk memanfaatkan kondisi demikian untuk menghancurkan umat Islam ini dari dalam.
Proses penetapan kalender hijriah tunggal ini dengan sendirinya mendorong rasionalisasi dalam kehidupan beragama. Ditengah banyaknya kiblat pengetahuan maka Muhammadiyah menawarkan solusi yang lebih rasional dalam penetapan kalender hijriah. Solusi ini menjadi pilihan untuk mengakhiri polemik yang terbukti sering menjadikan umat terbelah. Maka melalui pendekatan hisab, Muhammadiyah umat Islam untuk berpikir lebih maju.
Tawaran untuk bergerak dari pola pikir lama yang bercorak tradisional menuju cara berpikir yang lebih modern. Mindset baru yang ditawarkan Muhammadiyah ini lebih menekankan kepada pembaharuan cara berpikir berdasarkan ilmu pengetahuan. Weber dalam bukunya tentang birokrasi menekankan tentang masyarakat yang maju dan rasional.
Masyarakat yang rasional tersebut memiliki karakteristik cara berpikir dan bertindak yang rasional, menganut prinsip efisiensi dan memiliki tujuan yang jelas. Konsep yang demikian ini memberi dampak kepada masyarakat untuk berpikir lebih maju, lebih rasional dan meninggalkan pola hidup yang tradisional yang cenderung emosional dan berdasarkan tradisi. Pola baru yang ditawarkan dalam penetapan kelander ini membentuk struktur baru menjadi masyarakat yang rasional dan maju.
Solidaritas Ummat
Kalender hijriah tunggal yang ditawarkan disini bukan lagi mengangkut persoalan ibadah, karena berkaitan langsung dengan penetapan waktu ibadah seperti disebut diatas. Lebih dari persoalan ibadah bahwa penetapan ini dapat dikategorikan sebagai alat rekayasa sosial untuk menyatukan umat. Perbedaan penetapan awal bulan yang berdampak kepada lahirnya cara berpikir yang sektarian menuju pola penyatuan umat karena diawali dari kesamaan versi penentuan awal bulan. Kesamaan tersebut berpotensi menjadikan umat Islam bersatu atau solid dan kokoh kembali.
Tentu kita berharap bahwa penetapan ini dapat mengurangi potensi konflik sosial akibat perbedaan penetapan waktu ibadah. Hal ini memberikan pilihan kepada umat untuk lebih memilih kesamaan daripada memperlebar perbedaan apalagi saling mengkafir-kafirkan satu dengan yang lain. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa paham terhadap fiqh diantara umat tetap melahirkan perbedaan-perbedaan akan tetapi paling tidak melalui penetapan kalender hijriah tunggal ini merupakan langkah awal umat Islam memperkuat solidaritas yang menurut Durkheim disebut sebagai solidaritas mekanik yaitu solidaritas yang didasarkan kepada kesamaan keyakinan dan praktiknya.
Ikhtiar penetapan kalender tunggal ini merupakah langkah besar Muhammadiyah sebagai organisasi gerakan sosial keagamaan. Bagi Muhammadiyah ini adalah struktur baru yang diharapkan menghadirkan ketertiban sosial yang diidam-idamkan selama ini. Nilai-nilai ketertiban sosial ini diharapkan menjadi spirit baru dengan merubah mindset lebih maju dan modern.
Melalui penetapan ini Muammadiyah telah mengajak persatuan umat untuk berpikir modern, ilmiah dan meminimalisir potensi terjadinya perbedaan dan perpecahan umat Islam. Kita semua tentu sangat mengharapkan melalui pendekatan ini umat Islam bukan hanya menyatukan pandangan tentang waktu-waktu beribadah akan tetapi lebih jauh dari itu bahwa kita mengemban misi sosial. Misi tersebut adalah bagaimana menyatukan hati dan Langkah bagi umat Islam untuk menjadikan agama ini menjadi rahmatan lil ‘alamin.