Indonesia, Muhammadiyah, dan Pasar

Publish

7 November 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
746
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Indonesia, Muhammadiyah, dan Pasar

Oleh: Saidun Derani

Mukaddimah

Tulisan Dr. Mukhaer Pakkana, Senin, 27 Juli 2015, di Republika OnLine dengan judul “Muhammadiyah dan Nasionalisme Ekonomi” sudah seharusnya menyadarkan ummat Islam bahwa betapa penting sebuah perubahan atas nama Undang-undang yang begitu besar pengaruhnya terhadap hajat hidup sebuah bangsa. Dalam konteks ini yang dimaksud penulis adalah masalah hajat hidup rakyat Indonesia yang pada tanggal 22 Oktober 1945 dalam “Resolusi Jihad” dianggap NKRI  “Negara Dar al-Salam” atau sebuah negeri milik ummat Islam.  

Dalam hubungan inilah maka medio April 2015, ormas Islam Muhammadiyah bersama beberapa tokoh nasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengajukan judicial review terhadap tiga Undang-Undang di bidang ekonomi, yakni UU No. 24 tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan UU No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 

Lantas mengapa Muhammadiyah menganggap bahwa “Jihad Konstitusi” di bidang ekonomi itu penting? Setidaknya kata Rektor ITB STIE Ahmad Dahlan Jakarta ada 3 alasan yaitu: 

Pertama, amanah Muktamar Muhammadiyah (Malang dan Yogyakarta) yang merekomendasikan melakukan review terhadap beberapa UU yang dianggap "menganiaya" kepentingan publik. Paling tidak, ada sekitar 105 UU yang perlu ditelaah eksistensinya. 

Kedua, sebagai ormas Islam Muhammadiyah memiliki pretensi memprotek kepentingan publik yang tentu pada gilirannya berkepentingan menyelamatkan nasib bangsa dari kesewenangan kuasa politik dan pemilik modal. 

Ketiga, dengan judicial review Muhammadiyah mengimajinasikan sebuah konstruksi UU baru yang didasarkan pada prinsip keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum bagi warga bangsa.  

Dengan demikian, muara dari semua alasan jihad konstitusi di bidang ekonomi itu adalah bahwa bagaimana membangun “spirit nasionalisme ekonomi”, yakni rasa cinta atas kedaulatan dan kemandirian ekonomi nasional. Jadi kalau  merujuk kesimpulan Hans Kohn dalam The Idea of Nationalism: A Study In Its Origins and Background (1961), spirit nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya national counsiousness. Dengan kata lain, nasionalisme adalah formalisasi dan rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara itu sendiri.

Indonesia

Tulisan penulis di TrasBerita, 20 Desember 2021 dengan judul “Indonesia dalam Belitan Kapitalism Global” menggambarkan perjalanan kebangsaan NKRI selalu di bawah kendali kepentingan ekonomi global, baik ekonomi global orientasi Barat  maupun Timur.

Kata belitan semakna dengan kata melilit seperti lingkaran tali  pada kumparan benang. Bisa juga kata belitan diartikan dengan kusut atau rumit sekali. Jadi tulisan ini ingin menjelaskan kebangsaan NKRI sejak pra dan pasca kemerdekaan selalu dalam belitan dan cengkraman kapitalisme global. 

Argumen tulisan di atas semakin diperkuat tulisan Dr. Mukhaer Pakkana, seorang pakar teoritisi ekonomi pembangunan, di atas. Maka jadilah Indonesia sebagai “Sebuah Pasar” baik dalam arti kaya dengan Sumber Daya Alam  (SDA) dan pasar bagi produk luar difasilitasi orang dalam (Penguasa Yang Sedang Manggung). Orang dalam dimaksud di sini adalah para pemegang kuasa  dalam hal ini adalah penguasa birokrasi (Istana NKRI), dan DPR RI, dibantu para ahli (akademisi) yang menurut istilah Bung Hatta “Melacurkan Ilmunya”  untuk kepentingan sesaat (duniawi) dalam melahirkan UU monopoli.

Wilayah Indonesia dari Sabang sampai Marauke dilalui Garis Katulistiwa di mana buminya kaya dengan berbagai kandungan mineral dan subur makmur sebagaimana kata lagu Grup Musik Legendaris dari Surabaya Koes Plus bahwa tongkat ditanam  menjadi tumbuh  sebuah metafora yang pas untuk bumi ibu pertiwi. 

Belum lagi lautnya mengandung berbagai macam barang mineral termasuk di dalamnya harta karun dan ikan yang sangat melimpah tidak pernah habis dibutuhkan ummat manusia.  Akan tetapi sangat disayangkan dunia maritim ini belum menjadi kebijakan prioritas yang utama para pengambil kebijakan. Jadilah laut Indonesia tempat “bajak laut ikan” dari negara-negara tetangga.

Masalah pencurian isi laut Indonesia  ini  Menteri Susi Pudjiastuti mengambil kebijakan tegas kepada para nelayan negara-negara tetangga dengan menengglamkan kapal-kapalnya. Akan tetapi kebijakan yang tegas dan berwibawa itu tidak didukung orang nomor satu di Indonesi. Isyarat ini dapat diketahui dari dicopotnya beliau dari Kabinet NKRI Periode Ir. Joko Widodo-Yusuf Kalla dan Joko Widodo-M. Ma’ruf Amin. 

Dalam konteks inilah mengapa Ulama memfatwakan bahwa bumi, air, dan udara harus dikelola bangsa NKRI sendiri dan dipergunakan seluas-luasnya untuk anak bangsa NKRI. Dalam konteks berbangsa dan bernegara atas usulan Bung Hatta hal ini akhirnya menjadi Undang-Undang Dasar 1945 tercantun pada pasal 33. Sangat disayangkan pasal ini kemudian diamandemen yang pada akhirnya melahirkan berbagai perundangan-undangan yang mendorong lahirnya jiwa dan perbuatan libralisme dalam Ekonomi Pancasila di prakteknya.

Muhammadiyah

Tulisan penulis dan Dr. Afrizon dengan judul “Membangun Naga Tidur: Sebuah Upaya Pengembangan Bisnis Dari Dalam” merupakan respons terhadap topik diskusi yang dipantik Dr. Buya Anwar Abbas, MA, MM pada diskusi rutin dengan tema “Pengembangan Usaha Dalam Tubuh Muhammadiyah” akhir tahun 2021 by daring atas Prakarsa Forum Komunikasi Warga (FKW) Muhammadiyah UIN Syahid Jakarta.

Diskusi ini cukup menarik para peserta karena Buya AA memberikan beberapa contoh kongkrit antara lain beliau mempertanyakan berapa besar tunjangan jabatan dekan, rektor, wakil rektor, dan seterusnya jika dibandingkan dengan para pengusaha yang umumnya bukan dari kalangan Islam. 

Kemudian Buya AA menawarkan solusi dari “kepengapan” masalah ekonomi dan financial ummat Islam NKRI ini ada 2, yaitu pertama adanya sinergitas antara NU-Muhammadiyah dalam konteks berbangsa dan bernegara dengan mengambil pesan dari pemimpin tertinggi negara Mullah, kedua, membangun jiwa wirausaha di kalangan pemuda dan mahasiswa melalui lembaga pendidikan dengan mengutip Ir. Ciputra, dan terakhir kami  (SD dan A) mengusulkan membangun bisnis dari dalam tubuh Persyarikatan Muhammadiyah. Usulan nomor 1 dan 2 di muka menurut Buya Anwar Abbas sangat sulit diharapkan dan kalau pun bisa butuh sikap revolusioner dalam dunia pendidikan. 

Tentu dasar usulan kami yang nomor tiga ini atas berbagai pertimbangan, antara lain  bahwa  Muahammadiyah dilihat sebagai sebuah organisasi negara, minus TNI dan Polri kecuali ada Hizbul Wathonnya. Sebagai sebuah organisasi negara maka Muhammadiyah dibayangkan memiliki Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM).

Ini juga sama seperti sebuah negara maka setiap warga negara wajib membayar pajak. Memang betul sesuai aturan PP setiap warga Muhammadiyah ada (sumbangan) wajib anggota yang langsung masuk kas PP. Bedanya antara Muhammadiyah dan negara  bahwa di Muhammadiyah yang tidak membayar wajib KTA tidak mendapat sanksi pidana. 

Persoalan lain yang perlu barangkali mendapat perhatian periode sekarang (jika belum ada) masalah database warga Muhammadiyah yang ber-KTA. Mengapa database ini penting karena membuat planning dan programming mengacu kepada database. Dalam konteks inilah lahir sebuah “Peta Dakwah” sebagaimana  telah dicontohkan Wali Songo dalam pengembangan masyarakat NKRI. Wali Songo sampai sekarang menurut para peneliti sejarah adalah sebuah team dakwah yang berhasil “menghijaukan” Jawa dan bahkan Indonesia.

Peta dakwah ini merupakan suatu kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi dalam sebuah organisasi modern seperti Muhammadiyah. Dakwah di sini bukanlah lagi sekedar “ceramah nguping atau ngaji nguping” yang sementara ini begitu populer di kebanyakan PWM-PWM se-Indonesia akan tetapi dakwah komunitas yang sejak lama sudah digagas Pimpinan Pusat Muhammadiyah belum begitu dikembangkan.

Dalam sebuah komunitas dengan komunitas Muhammadiyah yang lain sungguhpun ada pada PWM yang sama akan tetapi kebutuhan dan karakteristik masyarakatnya berbeda. Dalam konteks inilah pentingnya peranan sains dan riset ketika melakukan gerakan dakwah menyangkut strategi dan program yang ditawarkan. Dengan demikian akurasi keberhasilan dakwahnya lebih bisa dipertanggungjawabkan secara sunnatulah dan sunnaturasulullah. 

Demikianlah penulis memvisualkan Muhammadiyah sebagai sebuah kekuatan yang masih harus terus menerus mengupdate dirinya sehingga menjadi “sebaik-baik ummah” yang mampu mengubah bangunan bangsa ini ke arah yang lebih baik. Dengan memiliki jumlah anggota lebih kurang 60 juta (bisa saja lebih) dari jumlah penduduk Indonesia 270 juta jiwa betapa hebat Muhammadiyah melebihi jumlah penduduk beberapa negara modern di Eropa Barat, Tengah dan Timur serta Selatan, apalagi negara terangga Singapore.

Pasar

Pasar dibayangkan dalam arti luas adalah tempat terjadinya sebuah transaksi dan bahkan lebih. Dikerucutkan lagi makna pasar bisa diartikan dengan pasar modal, pasar uang, pasar barang dan jasa. Dengan demikian di mana ada transaksi maka di situ ada pasar.

Dengan gerakan tiga pilar Muhammadiyah  yang sudah menjadi keputusan final Pimpinan Pusat Muhamdiyah, yaitu bidang Pendidikan, Pelayanan bidang Kesehatan, dan Usaha Pengembangan Ekonomi dan Financial, maka gerakan Muhammadiyah sudah mulai menggeliat walaupun belum mampu memutuskan tali “belitan” capitalism yang menggurita di bumi Pancasila ini.

Pertanyaannya adalah apakah gerakan wirausaha dan ekonomi-financial belum ada di Muhammadiyah? Sejauh pengalaman yang penulis temukan di lapangan selama ini gerakan wirausaha yang ada sifatnya baru sebatas ownernya milik perorangan atau kelompok orang warga Muhammadiyah. Jadi usaha yang ada bukan atas nama badan usaha miliki PP.

Sebagai contoh adalah berbagai produk air minum kemasan yang ada di PWM Banten  sebagai contohnya kecil saja dan beberapa usaha di bidang buku dan baju kebutuhan rutin siswa setiap tahun. Belum lagi masalah asuransi kecelakaan siswa dan mahasiswa di AUM justru  milik orang lain.  Masih banyak bentuk-bentuk usaha wirausaha yang bisa dikembangkan di batang tubuh Muhammadiyah. Yang sudah mulai dikembangkan adalah Mei-Mu.

Sebab itulah dalam suatu kesempatan tausiyah pernah Ketua PWM Banten mengatakan bahwa mengapa uang Muhammadiyah kalian berikan kepada orang lain. Pertanyaan barangkali bagus juga ditanyakan adalah apakah di PWM yang lain juga sama dan apakah toko Muhammadiyah yang ada sekarang miliki badan usaha PP atau miliki orang perorangan warga Muhammadiyah?

Demikianlah captive market di Muhammadiyah sudah jelas dengan jumlah anggota 60 juta (dan bisa lebih karena mungkin belum tercatat dalam database) maka perputaran uang dan transaksi bisnis dan keuangan begitu hebat jika dikelola dengan baik dan professional. Teori yang menyebutkan bahwa jika warga Muhammadiyah sejahtera lahir-bathin, maka sejahreta juga rakyat NKRI lahir bathin akan terwujud. Ta’awun bisa berjalan dengan baik dan Muhammadiyah akan memiliki berbagai asset (baik liquid dan non-liquid) yang dapat mensupport berbagai kegiatan sosial, keagaman dan kemasyarakatanya jauh lebih dahsyat lagi.   

Penutup

Dari paparan di muka kata kuncinya adalah bahwa Muhammadiyah memiliki captive market yang jelas tidak memerlukan biaya marketing yang 30% itu. Sayang sekali pasar yang potensial begitu besar  ini diberikan dan diserahkan kepada orang lain bukan langsung dikelola Badan Usaha Milik Muhammadiyah.

Penulis melihat sudah waktunya barangkali PP berani mengambil kebijakan yang mengkalkulasi ulang cara berbisnis yang ada selama ini di Muhammadiyah plus minusnya. Akan tetapi yang jelas di lapangan penulis menemukan masih ada honor-honor  Guru Muhammadiyah dibayar di bawah UMR setempat. Dan atau masih ada anak-anak warga Muhammadiyah belum mendapat perhatian semestianya karena satu dan lain hal sungguhpun orang tuanya sudah berkuah keringat aktif di persyarikatan.

Allah ‘Alam bi as-Shawab. Nasrun min Allah wa Fathun Qarieb

Kampus, 61123

Penulis adalah Dosen Pascasarjana UM-Surby dan pemerhati sosial keagamaan.

 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

'Aisyiyahku Semakin Cemerlang Oleh: Dr. Amalia Irfani, M.Si, Dosen IAIN Pontianak/LPPA PWA Kalbar&n....

Suara Muhammadiyah

26 May 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Perbincangan kita tentang jihad....

Suara Muhammadiyah

9 October 2024

Wawasan

Tidak Berhenti Pada Jilbab Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah Legoso, Ta....

Suara Muhammadiyah

16 August 2024

Wawasan

Kekuatan Cinta Menyelamatkan Indonesia Oleh: Agusliadi Massere Indonesia adalah kode—yang me....

Suara Muhammadiyah

25 November 2023

Wawasan

Gerakan IMM dalam Lintasan Peradaban (2) Oleh: Hilma Fanniar Rohman, Dosen Perbankan Syariah, Unive....

Suara Muhammadiyah

10 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah