Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (2)

Publish

14 September 2023

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
754
Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (2)

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (2)

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (2)

Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Iyus Herdiana Saputra

Pada Ikhtiar Awal menuju Keluarga Sakinah (1) telah diuraikan tiga fenomena menjemput jodoh, yakni (1) hanya menggunakan kecerdasan intelektual, (2) hanya menggunakan kecerdasan emosinya, dan (3) menggunakan kecerdasan spiritual.  Telah dikemukakan secara singkat bagaimana orang yang menjemput jodoh menentukan kriteria calon pendamping hidupnya masing-masing. Kiranya masih ada lagi fenomena lain yang dapat kita lihat juga di masyarakat.

Fenomena pengutamaan atau hanya bersandar pada kecerdasan intelektual tidak hanya terjadi pada usaha “menjemput” jodoh. Dalam hubungannya dengan ikhtiar menjemput jodoh, baik laki-laki maupun perempuan ada yang hanya menggunakan kecerdasan intelektual. Laki-laki yang berpendidikan tinggi ingin beristri yang berpendidikan tinggi pula. Perempuan yang berpendidikan tinggi menetapkan kriteria (mungkin mutlak) bahwa calon suaminya berpendidikan sekurang-kurangnya sama. Tentu lebih senang jika dia berpendidikan lebih tinggi. 

Ada fenomena lagi di dalam masyarakat. Laki-laki yang hanya menggunakan kecerdasan intelektual, baru berpikir tentang pernikahannya jika sudah, sekurang-kurangnya, (1) mempunyai penghasilan yang cukup untuk menafkahi keluarganya, (2) mempunyai rumah, dan (3) mempunyai sarana transportasi. Mungkin ada pula yang menambah kriteria berupa keinginan membahagiakan orang tuanya lebih dahulu. Akibatnya, ada yang tidak menikah karena kriteria itu tidak terpenuhi.

Menurut logika manusia, ketiga kriteria itu sangat logis karena laki-laki berkewajiban mutlak memberikan nafkah. Bahkan, dia pun mewajibkan dirinya untuk menyiapkan rumah tinggal sebagai ikhtiar awalnya untuk membahagiakan istrinya. Dia mewajibkan dirinya juga mempunyai sarana transportasi (sepeda motor atau mobil) agar mobilitasnya lancar.  

Perempuan pun ada yang hanya menggunakan kecerdasan intelektual dalam ikhtiarnya menjemput jodoh. Di antara mereka ada yang membuat kriteria untuk dirinya misalnya berpendidikan (tinggi), mempunyai pekerjaan (penghasilan), dan telah dapat membahagiakan orang tuanya. Agama baginya tidak penting dan sekadar pelengkap. Akibatnya, dengan alasan belum dapat membahagiakan orang tuanya, beberapa kali dia menolak “kehadiran” laki-laki yang bermaksud memperistrinya.

Sementara itu, orang yang hanya menggunakan kecerdasan emosinya, untuk mendapatkan calon pendamping hidupnya, mereka mengutamakan perasaan. Jika sudah merasa tertarik kepada seseorang, mereka tidak peduli lagi mempertimbangkan akal sehat apalagi agama. 

Bagi laki-laki atau perempuan yang hanya mengutamakan  kecerdasan intelektual dan emosi, ada yang sampai pada sikap bahwa kesamaan akidah tidak dijadikan kriteria mutlak. Bahkan, baginya murtad pun dianggapnya bukan sebagai masalah!

Pada Ikhtiar Awal menuju Keluarga Sakinah (2) ini diuraikan lanjutan hal menikah sebagai ibadah.

Ayat Al-Qurʻan dan Hadis sebagai Rujukan 

Pada Ikhtiar menuju Keluarga Sakinah (1) telah dikemukakan kutipan firman Allah Subḥānahu wa Taʻāla berfirman dalam Al-Qurʻan surat ar-Rum (30): 21 dan beberapa hadis tentang anjuran menikah. Pada Ikhtiar menuju Keluarga Sakinah (2) dikutip lagi ayat Al-Qurʻan dan hadis yang berisi anjuran menikah.

Allah Subḥānahu wa Taʻāla berfirman di dalam Al-Qurʻan surat an-Nur (24): 32,

وَاَ نْكِحُوا الْاَ يَا مٰى مِنْكُمْ وَا لصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَا دِكُمْ وَاِ مَآئِكُمْ ۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَآءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ وَا للّٰهُ وَا سِعٌ عَلِيْمٌ

"Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui."

Sementara itu, Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam HR Abu Ya'la, dari Anas Bin Malik raḍiyallahu ‘anhu, yang artinya,“Siapa yang menikah, maka sungguh ia telah diberi setengahnya ibadah.” 

Bagi muslim dan mukmin, menikah diyakini merupakan ibadah. Lebih-lebih lagi anjuran menikah sebagaimana terdapat di dalam HR Abu Ya’la sebagaimana telah dikutip artinya. Baginya ayat dan hadis tersebut tentu merupakan motivasi yang mempunyai daya gerak dahsyat untuk menikah.  Mereka sama sekali tidak ragu melaksanakannya.

Anjuran menikah yang bersumber pada Allah Subḥānahu wa Taʻāla dan Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang menggunakan kecerdasan spiritual, diwujudkan secara komprehensif sebagaimana telah diuraikan pada Ikhtiar menuju Keluarga Sakinah (1). Mereka tidak hanya berdoa, tetapi juga berikhtiar. Baginya, berdoa dan berikhtiar tidak dapat dipisahkan. Demikianlah pemahaman mereka atas firman Allah Subḥānahu wa Taʻāla di dalam Al-Qur’an surat ar-Ra’d (13): 11,

  اِنَّ اللّٰهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتّٰى يُغَيِّرُوْا مَا بِاَ نْفُسِهِمْ ۗ 

" Sesungguhnya, Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri."

Mereka tidak pernah berputus asa ketika doa dan ikhtiarnya belum terwujud. Yang ada di hatinya adalah sikap husnuzan; lebih-lebih lagi terhadap Allah. Mereka selalu berpikiran bahwa Allah Subḥānahu wa Taʻāla pasti telah menyiapkan yang terbaik baginya. Berkenaan dengan sikap yang demikian mereka terus berdoa dan berikhtiar makin lebih baik lagi.  

Jika sampai batas waktu yang ditentukannya belum juga mereka memperoleh hasil yang diharapkannya, mereka pun meyakini bahwa Allah Subḥānahu wa Taʻāla sedang mengujinya. Oleh karena itu, mereka melakukan introspeksi pada berbagai aspek kehidupannya. 

Ditelitinya shalat wajibnya. Setelah mengetahui ada yang perlu diperbaikinya, mereka memperbaikinya mulai cara mengerjakan ṭaharah sampai mengerjakan shalat. Ditelitinya pula shalat sunahnya, terutama tahajud. Jika belum mengerjakannya, mereka pun mengerjakannya. Ditelitinya doa dan zikirnya. Setelah mengetahui ada yang perlu ditambahkan, mereka menambahnya sesuai dengan tuntunan Rasūlullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. 

Ditelitinya juga amal salehnya yang lain. Setelah mengetahui bakti pada orang tuanya sangat jauh di bawah tuntunan Allah Subḥānahu wa Taʻāla dan Rasul-Nya, mereka memperbaikinya mulai cara berbicara sampai pada berperilaku. Mereka mohon maaf kepadanya jika pernah berbicara kasar. Mereka menjadi lebih memperhatikannya. Yang semula jarang berkomunikasi, berubah menjadi sering. Yang semula sudah sering, bertambah menjadi lebih sering. Pendek kata, perhatian mereka kepada orang tuanya lebih diutamakan daripada perhatiannya kepada hal yang lain. Berdoa untuk kesehatan dan kebahagiaan mereka pun makin intensif dilakukannya.

Ditelitinya juga silatarahimnya dengan gurunya. Setelah mengetahui kurang baik, diperbaikinya. Mereka mulai bersilaturahim. Sekurang-kurangnya pada saat ‘Idul Fitri mereka bersilaturahim meskipun melalui video call karena terkendala jarak. Jika dapat mengunjungi rumahnya, mereka berkunjung ke rumah gurunya.

Sedekahnya pun ditelitinya. Setelah mengetahui kurang sedekahnya, terutama untuk saudaranya, mereka pun menambahnya. 

Mereka pun meneliti pergaulannya. Tentu saja pergaulan dengan saudaranya mendapat perhatian yang utama. Setelah mengetahui kurang baik, mereka pun tidak menunda-nunda lagi untuk memperbaikinya. Lebih jauh lagi, mereka meluaskan pergaulannya dengan makin sering menghadiri majelis taklim, aktif di organisasi sosial atau organisasi kemasyarakatan, dan meluaskan silaturahimnya dengan orang-orang saleh. 

Jadi, bagi orang yang menggunakan kecerdasan spiritual, ketika menghadapi masalah menuju keluarga sakinah, sejak awal mereka makin mendekatkan diri kepada Allah Subḥānahu wa Taʻāla. Mereka yakin bahwa Dia Maha Pemberi Petunjuk.

Allahu aʻlam

Mohammad Fakhrudin, warga Muhammadiyah, tinggal di Magelang Kota 

Iyus Herdiyana Saputra, dosen al-Islam dan Kemuhammadiyah Universitas Muhammadiyah Purworejo


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas   Sekitar 1400 tahun sila....

Suara Muhammadiyah

16 September 2024

Wawasan

Menjadi Orang Tua Ideal (Bijak) di Era Digital Oleh: Wakhidah Noor Agustina, S.Si., Ketua Cabang &l....

Suara Muhammadiyah

26 October 2024

Wawasan

Refleksi 58 Tahun Kokam Oleh: Rumini Zulfikar Setiap tanggal 1 Oktober, kita sebagai warga negara ....

Suara Muhammadiyah

1 October 2023

Wawasan

Menyuburkan Semangat Berbuat Kebaikan di Bulan Mulia Oleh: Dr Amalia Irfani, LPPA PWA Kalbar  ....

Suara Muhammadiyah

20 March 2024

Wawasan

Ikhtiar Awal Menuju Keluarga Sakinah (30) Oleh: Mohammad Fakhrudin (warga Muhammadiyah tinggal di M....

Suara Muhammadiyah

28 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah