YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Hari Raya Idul Fitri akan dilaksanakan pada Senin (31/3) esok. Dalam menyambut momen tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan Selamat Hari Raya Idul Fitri. Haedar menyebut, momen ini tidak lepas dari rangkaian ibadah puasa Ramadhan, yakni sebagai hari berbuka puasa.
"Setelah satu bulan lamanya kaum Muslim yang menunaikan puasa menjalankan ibadah yang sangat spesial yakni menahan makan, minum, dan yang dilarang oleh syariat sejak terbit matahari sampai terbenam. Pada selama satu bulan (berpuasa) merupakan satu proses ibadah dan ruhaniah yang sangat khusus," katanya dalam Refleksi Idul Fitri 1446 H, Ahad (30/3).
Ketika umat Islam merayakan Idul Fitri--selain berbuka puasa dan haram hukumnya berpuasa pada hari itu--tidak kalah pentingnya mencari makna dan tujuan puasa. Yakni menjadi orang yang bertakwa.
"Idul Fitri dengan merayakan buka puasa tentu bukan sekadar lahiriah, tetapi setiap insan Muslim menjadi sosok-sosok dan figur yang baru. Yakni mereka yang semakin bertakwa dalam hidupnya," sebutnya.
Haedar menguraikan, parameter dari seseorang dikategorisasikan menjadi bertakwa dilihat dari dua aspek. Pertama, dalam relasi dengan Allah (habl min Allah), manusia yang telah menyelesaikan puasa, senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (taqqarub ila Allah).
"Allah selalu hadir di dalam hidupnya. Sehingga iman dengan seluruh dimensinya semakin bertambah. Dan dengan selalu dekat dengan Allah, mereka selalu wiqoyah (waspada, hati-hati)," jelasnya.
Dalam konteks ini, Haedar mengatakan, seseorang yang bertakwa mereka senantiasa menjalankan perintah Allah berikut serta menjauhi segala hal yang telah menjadi larangan-Nya. Tidak kalah pentingnya, selalu menjalankan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.
"Kalau orang imannya semakin kaya, semakin dalam, maka kehidupannya semakin baik karena Allah selalu bersamanya,” tambahnya.
Kedua, dimensi manusia (habl min al-nas). Yakni mereka yang selalu menghiasi diri dengan menyemai benih-benih kebaikan kepada sesama (makrokosmos). Karakteristik orang bertakwa antara lain menafkahkan sebagian hartanya untuk orang lain di saat lapang dan sempit (Qs ali-Imran (3): 134).
"Sehingga mereka menjadi orang yang selalu berbagi dan peduli. Di saat terbatas, lebih-lebih di saat berlebih," ucapnya.
Kemudian, karakteristik berikutnya selalu menahan marah (Qs ali-Imran (3): 134). Sebut Haedar, marah itu meski alamiah, namun tidak boleh diledakkan sesuka hati. Sesekali diledakkan atau ditumpahkan sulit sekali mengekangnya.
"Marah adalah hawa nafsu yang selalu menjadi bencana dalam kehidupan dan merusak tatanan dan peran sosial kita. Dari marah sering terjadi konflik, sering terjadi bencana dalam kehidupan," tegasnya.
Berikutnya, memberi maaf kepada orang lain. Menurut Haedar, ini sebagai keluhuran budi bagi manusia. Di mana manusia dalam hidupnya tidak bisa lepas dari jeratan kesalahan dan dosa.
"Di situlah saling memaafkan. Dan memberi maaf adalah posisi yang tinggi. Kesimpulannya adalah mereka yang bertakwa orang yang senantiasa berakhlak mulia dalam hidupnya," urainya.
Karena itu, Haedar mengajak ketika merayakan Idul Fitri, hendaknya mesti membangkitkan energi ruhani. Dan energi tersebut berpusat pada qalbu.
"Yakni qalbu yang bersih, jernih, yang bermuara pada fitrah manusia yang diberikan Allah. Lewat Idul Fitri, mari kita bersihkan jiwa kita dan kita hindari hal-hal yang kotor dalam jiwa kita," tandasnya. (Cris)