Hadits Model Kemandirian Perempuan Muslim
Oleh: Hatib Rahmawan, Dosen Prodi Ilmu Hadits, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّـَم: كَمَلَ مِنَ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ غَيْرُ مَرْيَمَ بِنْتِ عِمْرَانَ وَآسِيَةَ امْرَأَةِ فِرْعَوْنَ وَإِنَّ فَضْلَ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ (رواه مسلم)
Dari Abu Musa berkata: Rasulullah Saw. bersabda: “Laki-laki yang sempurna itu banyak, sedangkan perempuan yang sempurna itu adalah Maryam bin Imran dan Asiah istri Fir'aun. Dan sesungguhnya keutamaan Aisyah di antara kaum wanita yang lain adalah seperti keunggulan tsarid (bubur) di banding dengan makanan yang lain.” (HR. Muslim)
Hadits ini disepakati para ulama Hadits bernilai shahih dimana termaktub dalam lima kitab Hadits yaitu: Shahih Muslim (no. 2431); Shahih Al-Bukhari (no. 3411), Sunan at-Tirmidzi (no. 3878), Sunan an-Nasa’iy (no. 656), Sunan Ibnu Majah (no. 3074), dan Musnad Ahmad (no. 23017), dimana Imam Ahmad meriwayatkannya dengan sedikit perbedaan redaksi:
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ حَسْبُكَ مِنْ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ مَرْيَمُ ابْنَةُ عِمْرَانَ وَخَدِيجَةُ بِنْتُ خُوَيْلِدٍ وَفَاطِمَةُ ابْنَةُ مُحَمَّدٍ وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ (رواه احمد)
“Dari Anas bahwa Nabi Saw. bersabda: “Cukuplah sebagai keteladanan bagimu dari wanita dunia itu Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiah istri Fir`aun.” (HR. Ahmad)
Cara Memahami Hadits
Hal menarik dari dua Hadits di atas adalah ada dua nama perempuan yang disandingkan dengan istri dan anak perempuan Nabi Muhammad saw. Pada Hadits pertama, nama Maryam anak Imran dan Asiah istri Fir’aun disejajarkan dengan Aisyah ra.. Pada Hadits kedua, dua nama wanita tersebut disejajarkan dengan Khadijah ra. dan Fatimah ra.. Dalam kitab-kitab penjelasan (syarah) Hadits, salah satunya Fathul Mun’im karya Musa Syahin Lasyin, dua Hadits di atas berkaitan dengan keutamaan istri Nabi, salah satu sebabnya dijelaskan bahwa istri dan anak Nabi Saw. memiliki kemuliaan akhlak dan dijamin masuk surga. Memang luar biasa, karena tidak semua wanita diberi kemuliaan seperti itu. Namun, bagi penulis, keutamaan wanita yang disebutkan dalam Hadits tersebut tidak akan banyak memberikan manfaat perubahan dalam dunia nyata jika hanya dimaknai secara teologis, atau sudut pandang akidah semata.
Oleh sebab itu, Hadits di atas harus dipahami dengan pendekatan yang lebih berkemajuan (progresif), yang lebih dinamis, dengan menggabungkan data sejarah, kemudian memaknainya dalam kehidupan nyata. Sehingga Hadits menjadi teks yang berbicara dan menjawab masalah zaman.
Selama ini Asiah hanya dipahami sebagai sosok perempuan cantik yang dapat menaklukan hati Fir’aun. Ia juga dikenal sebagai perempuan yang menyelamatkan bayi Musa as., sebagaimana digambarkan oleh Al-Qur’an dalam surat Al-Qashash: 9,
وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّي وَلَكَ ۖ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰ أَن يَنفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
“Dan berkatalah isteri Fir’aun: (Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya. Mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak, sedang mereka tiada menyadari.”
Padahal kepribadianya melebihi itu semua. Asiah adalah sosok perempuan yang berani meninggalkan kemewahan hidup dunia. Kemewahan kerajaan ia tinggalkan. Ia adalah simbol perlawanan rezim paling otoriter di dunia ini. Ia rela mati dirajam oleh suaminya dengan disiksa terlebih dahulu dengan dijemur di tengah terik panas matahari. Dan di tengah siksanya tersebut, malaikat melindunginya dengan sayapnya dan ia melihat Allah membuatkan rumah di surga untuknya (Tafsir At-Thabari). Asiah adalah sosok politisi perempuan yang mampu menggerakan perempuan-perempuan bani Israil untuk bangkit dan melawan rezim ketika semua pria Bani Israil diperbudak. Ia adalah sosok perempuan pertama yang menyuarakan anti fasis dan rasis.
Begitu juga pada diri Maryam. Dia adalah sosok perempuan yang kuat hidup di tengah masyarakat yang sangat kaku. Bani Israil adalah bangsa dengan paham yang keras dan kaku. Pezina selain dirajam, juga mengalami pengasingan sosial yang sangat menyakitkan. Maryam harus hidup dan membesarkan si kecil Isa as. tanpa seorang suami di tengah kultur itu. Jika kita membaca novel “The Scarlet Letter” Karya Nathaniel Hawthorne, Maryam tidak ubahnya hidup dalam masyarakat seperti itu. Perbedaannya Maryam tidak berzina seperti yang dilakukan Hester Prynn dengan Reverend Arthur Dimmesdale.
Khadijah binti Khuwailid ra. adalah sosok yang cerdas, khususnya dalam hal bisnis sebagai saudagar wanita yang mandiri dan sukses di tengah budaya patriarki Arab, dimana saat itu lelaki mendominasi ruang publik, termasuk sektor bisnis. Putri Khadijah dan Rasul Saw., yaitu Fatimah ra. menurun kepadanya, kecerdasan dan keberanian ibundanya, dimana suatu hari saat ayahnya, Nabi Saw. bersujud di depan Kabah, datanglah seorang punggawa Quraisy, Uqbah bin Abi Mu’ith yang membawa bangkai kambing dan menimpakannya di punggung Nabi, dimana Nabi tidak dapat mengangkat bangkai tersebut hingga datang Fatimah menyingkirkannya dan dengan berani memberitahu siapa pelakunya.
Sedang Aisyah ra. adalah cerminan perempuan yang mandiri secara intelektual, dimana para sahabat, baik sahabat perempuan dan laki-laki, banyak belajar kepada beliau mengenai pengetahuan keagamaan (Hadits) yang diperolehnya dari pengalaman keseharian bersama Nabi. Dan Nabi sendiri adalah sumber otoritatif resmi kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an yang diwahyukan Allah Swt. Salah satu kecerdasannya nampak dalam kasus misalnya, suatu hari Abu Hurairah ra. menjelaskan sebuah riwayat (Muslim no. 511) yang menerangkan bahwa shalat seseorang menjadi batal jika lewat di depannya perempuan, khimar (keledai) dan anjing hitam. Mendengar uraian riwayat tersebut, kemudian Aisyah meluruskannya dengan menceritakan pengalamannya bersama Rasul saat beliau shalat malam, saat kakinya Aisyah sendiri menjulur di hadapan Nabi, dan Nabi sendiri tidak membatalkan shalatnya. Artinya, Aisyah menjadi aktor dan poros utama transmisi sanad keilmuan dalam Islam, khususnya era sahabat dan tabiin.
Latar sejarah dua wanita dan para istri (Khadijah, Aisyah) dan putri Nabi Saw. (Fatimah) terkadang jarang terlibat dalam pemahaman Hadits di atas. Sehingga tidak menghasilkan spirit praksis dalam pemahamannya.
Makna Kontekstual
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis melihat Hadits tersebut memuat nilai praksis, dasar, dan model gerakan perempuan. Pertama, Hadits tersebut mengajarkan bahwa perempuan tidak boleh tinggal berdiam diri menunggu nasib. Bersolek dan mengurus keelokan wajah. Perempuan harus tampil dalam berbagai aktivitas sosial, politik, intelektual, dan ekonomi. Perjuangan tidak mengenal identitas kelamin. Perjuangan itu menitik beratkan pada sebesar apa sumbangsih yang diberikan dalam kehidupan nyata.
Kedua, Hadits tersebut mengajarkan dasar gerakan perempuan, yakni keimanan dan mengutamakan tujuan perjuangan. Ketika gerakan perempuan saat ini hanya disibukan dengan perebutan identitas dan pengakuan publik, Hadits yang direproduksi lebih dari 14 abad yang lalu telah melampaui gerakan feminis, termasuk gender saat ini.
Ketiga, Hadits di atas memberikan tiga bahkan empat model gerakan perempuan. Model gerakan tersebut adalah gerakan kemandirian politik, sosial, ekonomi, dan intelektual. Kemandirian politik disimbolkan oleh Asiah, kemandirian ekonomi dan juga politik disimbolkan oleh Khadijah ra. dan Fatimah ra, serta kemandirian sosial disimbolkan oleh Maryam. Satu model kemandirian lagi yang tidak banyak dirujuk adalah kemandirian intelektual yang disimbolkan oleh Aisyah ra. Wallahu a’lam bishawab.
Sumber: Majalah SM No 20 Tahun 2020