Gerakan IMM dalam Lintasan Peradaban (1)

Publish

8 May 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
934
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Gerakan IMM dalam Lintasan Peradaban (1)

Oleh: Hilma Fanniar Rohman, Dosen Perbankan Syariah, Universitas Ahmad Dahlan

Perkaderan merupakan jantungnya suatu organisasi. Keberlangsungan suatu peradaban organisasi ataupun suatu kelompok dalam mengarungi sebuah bahtera kehidupan dan realitas zaman ditentukan oleh jalannya suatu ajaran atau doktrin yang dibawa serta diteruskan oleh generasi penerusnya. Dalam hal ini seorang kader secara tidak langsung menjadi penjaga gerbang idealisme atau ajaran suatu organisasi.

Kokohnya suatu ajaran atau ideologi dalam mengarungi suatu realitas zaman harus mampu teruji oleh segala waktu. Jika suatu ideologi yang dianggap benar lolos dari tahapan pengujian kritis maka suatu ideologi atau ajaran tersebut dapat dinilai serta dapat diterima oleh zaman. Begitupun sebaliknya, jika tidak dapat kokoh dari ujian maka ideologi atau ajaran dari suatu kelompok atau organisasi tersebut akan ditelan oleh zaman

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang merupakan organisasi kader sekaligus organisasi intelektual-nya Muhammadiyah boleh bersosial maupun berpolitik sebagai manifestasi ideologi, tapi porsinya tidak melebihi aktivas intelektual. Penggalan nasihat Haedar Nashir beberapa waktu lalu. Memang langkah yang paling dekat dan termudah untuk mendakwahkan Muhammadiyah di kampus ataupun perguruan tinggi melalui IMM. Dengan organisasi otonom gerakan inilah dakwah amar ma’ruf dan nahi munkar dari Muhammadiyah tersampaikan.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (yang selanjutnya disingkat IMM) yang notabene merupakan suatu organisasi pergerakan mahasiswa Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyaraktan harus mampu menjadi assabiqunal awalun bagi gerakan mahasiswa. Sebagai suatu ortom dari organisasi sosial kemasyarakatan Muhammadiyah, ideologi IMM secara tidak langsung merupakan turunan dari ideologi Muhammadiyah yang menitikberatkan pada aspek kemahasiswaan. Sebagai organisasi kemahasiswaan dan sebagai kaum muda, tentu suatu kewajiban bagi IMM harus mewarnai serta menjadi pelopor bagi keberlangsungan bangsa. 

Dengan mempunyai landasan serta mempunyai paradigma tersendiri maka corak dan gerak IMM harus sesuai kepribadian dan ideologinya. Jangan sampai arus pragmatis menjadi pemicu utama lunturnya nilai-nilai marwah Ikatan. Ancaman ini merupakan hal yang realistis bagi zaman postmodern sekarang ditengah besarnya arus wacana dan narasi-narasi yang bisa melunturkan ideologi.

Kehadiran IMM sebagai suatu organisasi otonom dari Muhammadiyah bukan sekadar kecelakaan sejarah. Ia hadir karena sebuah keharusan untuk mengukir sejarah. Lambang pena sebagai simbol ikatan ini dapat diinterpretasi bahwa kehadiran IMM diperuntukkan untuk mengukir tulisan peradaban yang berkemajuan. Organisasi kader inilah yang diperuntukkan untuk menulis sejarah pencerahan dimasa yang akan datang.

Apalagi gerakan mahasiswa sebagai gerakan intelektual turut mendapat tempat dalam sejarah Indonesia. Pun dengan Muhammadiyah yang lahir dan besar sebelum Indonesia lahir turut berperan dan berpengaruh terhadap lahirnya Indonesia. Dengan atau tanpa pemerintah pun pengabdian Muhammadiyah selalu berjalan bahkan hingga hari ini melalui infrastruktur dan sejumlah fasilitas yang ada di lembaga amal usaha Muhammadiyah.

Dan mahasiswa sebagai sebuah kelompok yang berpengaruh / creative minority harus mampu menjalankan perannya sebagai intelektual yang memiliki kemampuan untuk menjadi penggerak perubahan zaman. Namun, syarat untuk menjadi penggerak roda zaman yaitu harus episteme ideologi bagi landasan pergerakannya.

Pertautan antara kontribusi gerakan Muhammadiyah terhadap Indonesia dan adanya tempat bagi mahasiswa/kaum muda sebagai penentu/pelaku perubahan dalam beberapa generasi sejarah bangsa Indonesia, menjadikan IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah dan juga organisasi gerakan mahasiswa turut berperan sebagai pelaku dinamika sejarah Indonesia. Disinilah bukti kelahiran IMM bukan hanya sebagai kehendak sejarah, melainkan pula sebagai keniscayaan sebagai bagian dari persyarikatan Muhammadiyah.

Melawan Status Quo?

Kelahiran IMM sebagai kehendak sejarah diiringi dalam konteks Indonesia yang sedang mengalami “kedaruratan”, atau merupakan keadaan yang mencekam bagi sebagian kaum Islam. Ikatan ini lahir ketika situasi politik tidak ada kurangnya keberpihakan bagi kaum Islam. Dan IMM menyatakan dalam penegasannya sebagai gerakan mahasiswa Islam. Dalam keadaan inilah awal perlawanan terhadap keadaan kemapanan, termasuk lahir ketika ideologi mapan --seperti komunis-sosialis dan liberalis-kapitalis sedang bertarung dan saling meraih kejayaan-- pada waktu itu.

Meskipun Francis Fukuyama saat ini mengatakan dalam The End of History and The Last Man yang menjelaskan bahwa Kapitalisme sudah menjadi final pilihan hidup ideologi suatu negara, serta menjadi pemenang dalam Perang Dingin, perkembangan ideologi di berbagai belahan dunia bermunculan kembali kendati tidak diikuti oleh khalayak banyak. Indonesia yang secara geopolitik Non-Blok dari Blok Barat dan Blok Timur pun terkena arus pusaran perkembangan ideologi-ideologi transnasional.

Jika dilihat dalam konteks skala nasional hal ini dapat dikaitkan setelah era Reformasi lahir yang menjunjung tinggi kebebasan berrpikir dan berpendapat, maka diikuti pula oleh lahirnya ideologi-ideologi dari luar. Begitupun dalam skala internasional yang telah memasuki era globalisasi maka diikuti pula oleh bebasnya keluar masuk pengetahuan & informasi.

Apa yang dikatakan lagi oleh Haedar Nashir bahwa Muhammadiyah pun secara tidak langsung saat ini berdiri ditengah pusaran ideologi yang datang bermunculan. Tentu kita tidak bisa menghindar dari realitas demikian karena dinamika zaman sedang berjalan begitu adanya. Disinilah momen untuk mengkristalisasi ideologi harus dijalankan supaya menjadi pembeda dan sebagai bukti bahwa relevansi ideologi Muhammadiyah masih selaras dengan zaman.

IMM sebagai ortom dari Muhammadiyah pun harus mampu berkolaborasi dengan zaman ditengah gempuran ideologi yang melanda. Apalagi ditengah merosotnya pamor IMM dengan organisasi kemahasiswaan lain yang disinggung oleh Carool Kersten, hal ini bisa menjadi motivasi juga bagi kader Ikatan untuk terus menjaga marwah ideologinya sebagaimana dilakukan oleh Ayahanda di Muhammadiyah.

Bukan hanya dalam menguatkan ideologi, proses perjalanan untuk mengembangkan Ikatan dengan melakukan interrnasionalisasi gerakan harus menjadi agenda prioritas sebagai upaya melakukan ikhtiar dakwah Ikatan. Proses ini pula yang ditempuh dalam perkaderan gerakan mahasiswa ini sehingga secara tidak langsung peradaban Ikatan bukan hanya terjaga, tetapi juga melakukan perkembangan. Bukan hanya terlibat dalam sejarah, melainkan turut juga mewarnai sejarah.

Secara genealogi pemikiran IMM terhubung dengan konsep teologi Al-Ma’un. Ideologi gerakan IMM yang mengambil dari kepribadian Muhammadiyah beririsan dengan hasil interpretasi Ahmad Dahlan terhadap surat Al-Ma’un. Konsep mustadh’afin sebagai golongan yang mengalami penindasan struktural menjadi bagian dakwah dari IMM itu sendiri.

IMM sebagai ortom dari Muhammadiyah pun harus mampu berkolaborasi dengan zaman ditengah gempuran ideologi yang melanda. Apalagi ditengah merosotnya pamor IMM dengan organisasi kemahasiswaan lain yang disinggung oleh Carool Kersten, hal ini bisa menjadi motivasi juga bagi kader Ikatan untuk terus menjaga marwah ideologinya sebagaimana dilakukan oleh Ayahanda di Muhammadiyah.

Bukan hanya dalam menguatkan ideologi, proses perjalanan untuk mengembangkan Ikatan dengan melakukan interrnasionalisasi gerakan harus menjadi agenda prioritas sebagai upaya melakukan ikhtiar dakwah Ikatan. Proses ini pula yang harus ditempuh dalam perkaderan sehingga secara tidak langsung peradaban Ikatan bukan hanya terjaga, tetapi juga melakukan perkembangan. Bukan hanya terlibat dalam sejarah, melainkan turut juga mewarnai sejarah.

Warna merah sebagai bagian dari identitas IMM identik dengan warna kaum kiri. Apalagi kelahiran IMM disertai dengan kejayaan politik kaum kiri pada waktu itu. Melawan kuasa dominasi inilah yang dilakukan oleh IMM dengan menjadikan warna merah sebagai bagian dari perjuangan, dan digunakan hingga hari ini. Dan warna merah pula yang ditafsirkan oleh Sjamsu Udaya Nurdin sebagai warna keberpihakan dan pembelaan terhadap kaum mustadh’afin (rakyat yang tertindas).


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Sepeda adalah Vitamin Ekonomi Berkelanjutan Oleh: Miqdam A Hashri, M.Si, C.LQ, Anggota LDK PP ....

Suara Muhammadiyah

30 August 2024

Wawasan

Oleh: Donny Syofyan. Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas Mari kita lepaskan sejenak pand....

Suara Muhammadiyah

4 October 2024

Wawasan

Menyosong Lahirnya Pemimpin Daerah yang Amanah Oleh: Muhammad Julijanto, S. Ag., M. Ag, Dosen Fakul....

Suara Muhammadiyah

26 June 2024

Wawasan

Oleh: Dr. Nasrullah, M.Pd Tanggal 27 Rajab diperingati umat Islam sebagai hari Isra Miraj. Hari di ....

Suara Muhammadiyah

14 February 2024

Wawasan

Oleh: Gunawan Trihantoro, Angkatan Muda Muhammaadiyah dan Anggota Satupena Jawa Tengah, tinggal di B....

Suara Muhammadiyah

16 August 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah