Dampak Judi Online terhadap Kesehatan Rohani dan Nafsani

Publish

13 July 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
573
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Dampak Judi Online terhadap Kesehatan Rohani dan Nafsani

Oleh Wildan, Dokter Jiwa RS PKU Muhammadiyah Bantul dan Nurcholid Umam Kurniawan, Dokter Anak, Direktur Utama RS PKU Muhammadiyah Bantul dan Dosen FK-UAD

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya

khamr (minum keras), berjudi, (berkurban untuk)

berhala-berhala, dan panah-panah (yang digunakan

mengundi nasib) adalah kekejian yang termasuk

perbuatan setan. Maka, jauhilah ia agar kamu 

mendapat keberuntungan” (QS Al-Ma’idah {5}: 90)

“Dengan ilmu hidup menjadi mudah. Dengan agama hidup menjadi terarah. Dengan seni hidup menjadi indah”, demikian kata HA Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI. Kata Einstein, Fisikawan: “Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta. Agama tanpa ilmu pengetahuan adalah lumpuh, science without religion is blind. Religion without science is lame”.

Lewat kitab suci Tuhan melakukan pengajaran (transfer of knowlegde) dan pendidikan (transfer of values) kepada umat manusia). Al-Biqa’i mengutip pendapat Imam Bukhari (dalam Shihab, 2012) ketika menjelaskan urutan larangan-larangan dalam ayat di atas, mengemukakan bahwa minuman keras merupakan salah satu cara yang paling banyak menghilangkan harta, disusul dengan perjudian. Dan, karena perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan harta, pembinasaan harta disusul dengan larangan pengagungan terhadap berhala yang merupakan pembinasaan agama. Begitu pula halnya dengan pengagungan berhala, karena ia merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan Allah) jika berhala itu disembah, dan merupakan syirik tersembunyi bila dilakukan penyembelihan atas namanya, meskipun tidak disembah. Maka, dirangkaikanlah larangan pengagungan berhala itu dengan salah satu bentuk syirik tersembunyi yaitu mengundi dengan anak panah. Dan, setelah semua itu dikemukakan, kesemuanya dihimpun beserta alasannya yaitu bahwa semua itu adalah rijs (perbuatan keji).

Menurut Quraish Shihab (2012), kata masyir terambil dari kata yusr yang berarti mudah. Judi dinamai masyir karena pelakunya memperoleh harta dengan mudah dan kehilangan harta dengan mudah. Kata ini juga berarti pemotongan dan pembagian. Dahulu, masyarakat Jahiliah berjudi dengan unta untuk kemudian mereka potong dan mereka bagi-bagikan dagingnya sesuai kemenangan yang mereka raih. Dari segi hukum, masyir atau judi adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih untuk memenangkan suatu pilihan dengan menggunakan uang atau materi sebagai taruhan.

“Sesungguhnya setan itu hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui khamr dan judi itu, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka apakah kamu akan berhenti?” (QS Al-Ma’idah [5]: 91). 

Lebih lanjut menurut Shihab (2012), apabila penyembahan berhala telah mereka pahami benar keburukannya dan telah lama ditinggalkan oleh kaum beriman. Berbeda dengan soal khamr dan perjudian yang masih sangat berbekas bahkan tidak sedikit dari mereka yang masih mempraktikkannya. Apalagi ayat-ayat Qur’an sebelum ini masih mengesankan bolehnya meminum khamr dan perjudian, sebagaimana diisyaratkan oleh QS Al-Baqarah {2}: 219. Nah, untuk menghilangkan kesan itu, ayat ini menegaskan bahwa: Sesungguhnya setan itu hanya bermaksud dengan mendorong dan menggambarkan kesenangan dan kelezatan khamr dan perjudian untuk menimbulkan permusuhan dan bahkan kebencian di antara kamu melalui upayanya memperindah dalam benak kamu khamr dan judi itu. Dampak buruknya di dunia dan di akhirat nanti, yang melanggar akan mendapat siksa, serta di samping dampak buruk itu, setan juga melalui kedua hal itu menghalangi kamu dari mengingat Allah, baik dengan hati (otak), lidah maupun dengan perbuatan, dan secara khusus menghalangi kamu melaksanakan shalat. Karena meminum khamr menjadikan pelakunya tidak menyadari ucapan dan perbuatannya, dan dengan kemenangan atau kekalahannya dalam berjudi menjadikan ia terpaku dan terpukau hingga habis waktunya dalam meraih lebih banyak atau berusaha mengganti kerugiannya, maka bila demikian itu dampak buruk khamr dan perjudian, apakah kamu akan berhenti mengerjakan keburukan itu agar kamu selamat dari godaan setan serta terhindar dari dampak buruk itu? Setan yang memperindah khamr dan judi menggoda manusia sehingga ia lupa diri dan melupakan Allah, baik dengan berzikir memohon ampunan-Nya maupun shalat kepada-Nya. Alasan yang dikemukakan ini terlihat dengan jelas dalam kehidupan sehari-hari para peminum dan penjudi.

Firman-Nya: maka apakah kamu akan berhenti? Merupakan pertanyaan yang bermakna perintah, yang dicelahnya terdapat kecaman terhadap sebagian anggota masyarakat Muslim yang ketika turunnya ayat ini belum menghentikan kebiasaan minum dan berjudi. Pertanyaan ini sungguh pada tempatnya karena di sini bukan lagi pada tempatnya menggunakan redaksi larangan yang tegas, setelah sebelumnya telah dilarang dan dijelaskan keburukannya. Yang perlu adalah menanyakan sampai di mana keterangan-keterangan yang lalu itu berbekas pada jiwa mereka. Melarang, sekali lagi, hanya akan menimbulkan kesan bahwa yang dilarang adalah orang-orang yang belum mencapai tingkat kesadaran atau bahkan belum memahami larangan.

Dari dua ayat ini kita harus menyadari bahwa ada konspirasi jahat yang dilakukan setan untuk menjerumuskan siapapun yang berjudi. Setan adalah kata sifat, bukan kata benda. Dengan demikian, perilaku setan dapat dilakukan oleh jin ataupun manusia. Adapun setan menggoda manusia dari arah depan, belakang, kanan dan kiri dengan cara memperpanjang angan-angan dan memperindah perbuatan keji.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata yang diriwayatkan Abu Nu’aim: “Perkara yang paling aku takutkan adalah mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Adapun mengikuti hawa nafsu, ia akan memalingkan dari kebenaran. Adapun panjang angan-angan, ia akan membuat lupa akan akhirat”.

Di era modern saat ini, berjudi bisa dengan mudah dijumpai dengan berbagai model dan jenisnya seperti yang marak saat ini melalui sistem judi online. Berikut ini lirik lagu berjudul “Judi” oleh Rhoma Irama, lewat seni suara ia berdakwah, menebar kebaikan dan kebenaran.

Judi (judi)
Menjanjikan kemenangan
Judi (judi)
Menjanjikan kekayaan

Bohong (bohong)
Kalaupun kau menang
Itu awal dari kekalahan
Bohong (bohong)
Kalaupun kau kaya
Itu awal dari kemiskinan

Judi (judi)
Meracuni kehidupan
Judi (judi)
Meracuni keimanan

Pasti (pasti)
Kar'na perjudian
Orang malas dibuai harapan
Pasti (pasti)
Kar'na perjudian
Perdukunan ramai menyesatkan

Yang beriman bisa jadi murtad
Apalagi yang awam (oh-oh)
Yang menang bisa menjadi jahat
Apalagi yang kalah (oh-oh)

Yang kaya bisa jadi melarat
Apalagi yang miskin (oh-oh)
Yang senang bisa jadi sengsara
Apalagi yang susah (oh-oh)
Uang judi najis, tiada berkah

Uang yang pas-pasan
Karuan buat makan
Itu cara sehat
'Tuk bisa bertahan

Uang yang pas-pasan
Karuan ditabungkan
Itu cara sehat
'Tuk jadi hartawan

Apa pun nama dan bentuk judi
Semuanya perbuatan keji
Apa pun nama dan bentuk judi
Jangan dilakukan dan jauhi

Judi (judi)
Menjanjikan kemenangan
Judi (judi)
Menjanjikan kekayaan

Bohong (bohong)
Kalaupun kau menang
Itu awal dari kekalahan
Bohong (bohong)
Kalaupun kau kaya
Itu awal dari kemiskinan

Judi (judi)
Meracuni kehidupan
Judi (judi)
Meracuni keimanan

Pasti (pasti)
Kar'na perjudian
Orang malas dibuai harapan
Pasti (pasti)
Kar'na perjudian
Perdukunan ramai menyesatkan

Yang beriman bisa jadi murtad
Apalagi yang awam (oh-oh)
Yang menang bisa menjadi jahat
Apalagi yang kalah (oh-oh)

Yang kaya bisa jadi melarat
Apalagi yang miskin (oh-oh)
Yang senang bisa jadi sengsara
Apalagi yang susah (oh-oh)
Uang judi najis, tiada berkah

Judi

Jika kita renungi, kata “JUDI” diawali dengah huruf J yang bisa kita maknai dengan kata Jahat. Selanjutnya huruf kedua U yang bisa kita artikan Utang. Huruf ketiga D yang bisa kita artikan Depresi, jika semakin meningkat berisiko melakukan tindakan bunuh diri dan atau melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang ia cintai atau sayangi, berbeda dengan Paranoid membunuh orang yang ia musuhi atau dianggapnya musuh . Huruf keempat I yang bisa kita artikan Isolasi, karena judi bisa menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia. Situasi ini akan membuat sang penjudi menjadi terisolasi. Ada ungkapan terkenal di dunia kesehatan, yaitu “Mencegah lebih baik daripada mengobati”.

Dampak Berjudi Terhadap Kesehatan Rohani

Kata pepatah “Rakyat sehat negara kuat”. Maka, pemimpin bejat rakyat sekarat. Contoh sakit rohani adalah korupsi. Genteng bocor gampang nambalnya dan airnya turun ke bawah. Beda dengan APBN bocor susah bener nambalnya dan duwit-nya naik ke atas, tidak turun ke rakyat. Contoh lain sakit rohani adalah berjudi. Maka,

Berhati-hatilah dengan pikiranmu, sebab akan jadi kata-kata.

Berhati-hatilah dengan kata-katamu, sebab akan jadi perbuatan.

Berhati-hatilah dengan perbuatanmu, sebab akan jadi kebiasaan.

Berhati-hatilah dengan kebiasaanmu, sebab akan jadi watak.

Berhati-hatilah dengan watakmu, sebab akan menentukan nasibmu.

Tidak ada nabi yang diutus Tuhan untuk mengajari umatnya untuk berjudi. Dengan demikian, akhlak, etik, moral, sifat-sifat, karakter Nabi Muhammad Saw. maupun para nabi lainnya, adalah “alat ukur” untuk mengukur kesucian perilaku manusia. Brain – mind - behaviour, Otak - pikiran – perilaku, dengan demikian  untuk tahu tinggi rendahnya kadar “criminal mind” dalam otak manusia,  dapat dinilai dengan sejauh mana manusia itu beretik, bermoral, dan berakhlak dan meniru sifat-sifat, karakter Sang Nabi maupun para nabi lainnya

Para nabi adalah contoh manusia yang suci dan senantiasa menjaga kesucian dirinya. Jadi, para nabi dijadikan Tuhan sebagai “gold standard” untuk mengukur kesucian perilaku umat manusia. Dalam bahasa kesehatan, perilaku para nabi dijadikan Tuhan alat ukur kesehatan rohani umat manusia. Nabi terakhir Muhammad bersabda: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak”. Adapun sifat, watak atau karakter Sang Nabi sebagaimana para nabi lainnya, adalah sidiq (lurus), jujur (mengatakan apa yang telah dilakukan) dan berintegritas (melakukan apa yang telah dikatakan), amanah (dapat dipercaya), menyampaikan pesan kebenaran (tabligh), dan smart (fathonah). 

Manusia dari kata manu (bahasa Sanskerta) dan mens (bahasa Latin), yang berarti “mahluk berakal budi”. Otak budi (prefrontal cortex),  otak yang terletak di balik tulang dahi manusia, adalah otak yang hanya dianugerahkan Tuhan kepada manusia, hewan tidak. Maka, manusia yang menyadari dirinya diciptakan Tuhan sebagai mahluk berakal budi, dia akan membangun peradaban. Sebaliknya, jika otak budinya tidak difungsikan sebagaimana mestinya, dia akan merusak peradaban karena perilakunya lalu tidak beradab. Akalnya hanya dipakainya untuk ngakali dan akal-akalan antara lain berjudi online.

Adapun fungsi prefrontal cortex atau otak budi menurut Taufiq Pasiak (2012): 

Pertama, sebagai pengendali nilai (values), seperti etik, moral, dan akhlak. Para nabi diutus Tuhan sebagai contoh, teladan bagi umat manusia. Dalam bahasa kesehatan, para nabi adalah contoh manusia yang tidak hanya sehat rohani, para nabi bugar rohaninya (moral fitness)

Bagi manusia yang suka ngeyel, tidak mau mengikuti perilaku atau akhlak para nabi, Tuhan mengajarkan manusia agar mau bercermin pada seorang budak, perempuan, kulit hitam, dan miskin, yaitu Siti Hajar. Makamnya di Hijr ‘Ismail, yang artinya harfiahnya pangkuan Ismail, dulu Nabi ‘Ismail dipangku ibunya waktu kecil di tempat ini. Bangunan berbentuk tapal kuda, di depan Ka’bah “rumah” Tuhan. Padahal suaminya Nabi Ibrahim, seorang nabi yang dihormati oleh tiga agama besar, Yahudi, Nasrani, dan Islam, dimakamkan di Hebron, Palestina, kira-kira 1.200 km dari Ka’bah. Inilah wujud nyata keadilan Tuhan, meskipun seorang perempuan, budak, kulit hitam dan miskin karena takwa, tunduk dan patuh pada do dan don’t-Nya Tuhan, di akhir hayatnya dihargai Tuhan dimakamkan di halaman “rumah”-Nya. Ditambah “bonus” kehormatan menjadi ibu seorang nabi. Sungguh karunia yang luar biasa.

Kedua, perencanaan masa depan (future planning). Lewat kitab suci Tuhan mengingatkan manusia agar dirinya menjadi manusia yang visioner, dengan cara beriman pada adanya akhirat (the day after). Lewat kitab suci Tuhan memberi tahu manusia, bahwa dirinya mati dua kali dan hidup dua kali. “Kemarin” mati, “hari ini” hidup, “besok” mati, “lusa” hidup lagi yang kedua, hidup abadi di akhirat. Nasib baik atau buruk ketika di akhirat kelak, tergantung perilakunya ketika hidup yang pertama di dunia, beramal saleh atau sebaliknya, beramal salah, seperti berjudi.

Ketiga, pengambilan keputusan (desicion making). Manusia diciptakan Tuhan bebas membuat pilihan (free choice), bebas berkehendak (free will), dan bebas bertindak (free act). Keputusan manusia itu bernilai di hadapan Tuhan, apabila baik (sesuai dengan kitab suci), benar (sesuai dengan ilmu pengetahuan), dan adil (sesuai dengan proporsinya). Menurut Nucholish Madjid (2007) petunjuk agama merupakan “Jaring pengaman spiritual” (Spiritual safety net), dalam mereka menggunakan kebebasannya.

Singkat kata, sekali lagi manusia penjudi adalah manusia yang tidak sehat rohani ! 

Dampak Berjudi Terhadap Kesehatan Nafsani

Menurut Kristiana Siste (2023), dalam bukunya yang berjudul “Adiksi Perilaku”, setelah melalui berbagai perdebatan akan konsep adiksi perilaku dan persamaannya dengan adiksi zat, maka, pada tahun 2021, World Health Organization (WHO) akhirnya mengeluarkan International Classification of Diseases 11th (ICD-11) dan memasukkan baik gaming maupun gambling disorder dalam bab Disorder due to Substance or Addictive Behaviour setelah perjalanan diskusi yang panjang. 

Lebih lanjut menurut Siste (2023), adiksi merupakan konsep yang menarik untuk didiskusikan sepanjang zaman. Penemuan arkeologi menunjukkan bahwa penggunaan zat untuk berbagai tujuan (seperti, rekreasional, kultural) sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Sejarah menunjukkan bahwa kematian Alexander Agung yang misterius pada tahun 323 SM memiliki keterkaitan dengan kebiasaan minum alkohol. Kebiasaan ini pun menarik berbagai orang, seperti Aristotle dan Celcus. Namun, ilmu medis adiksi baru lahir sekitar abad 16-17, ketika para kaum Calvinist berupaya menjelaskan perilaku minum alkohol yang kompulsif. Diperlukan setidaknya 19 abad hingga ilmu mengenai adiksi zat – terutama alkohol – dapat menemui titik terang.

Berkaca dari sejarah, saat ini pun kita tidak lepas dari tantangan terkait adiksi. Jika mungkin puluhan atau ratusan tahun yang lalu penggunaan zat merupakan tantangan adiksi yang utama, sekarang kita dapat mengatakan bahwa adiksi akan sesuatu non-zat (non-substance addiction) adalah tantangan zaman ini.  Adiksi yang lebih dikenal secara populer sebagai adiksi perilaku (behavioral addiction) nampaknya menjadi suatu perbincangan yang cukup hangat dalam beberapa dekade terakhir.

Salah satu definisi awal dari adiksi perilaku diberikan oleh Brown pada tahun 1993 (Siste, 2023). Brown memberikan definisi multidimensional sehingga membantu kita melihat adiksi perilaku dari beberapa aspek, yaitu:

1. Salience/ Keutamaan. 

Salience yang memiliki arti aktivitas tersebut menjadi aktivitas yang utama dari kehidupan individu. Perilaku tersebut menjadi dominan, baik dalam pikiran (preokupasi, muncul distorsi kognitif), perasaan (craving/ keinginan yang kuat untuk menggunakan zat) dan perilaku (deteriorasi/kemunduran dari perilaku sosial, okupasi dan akademik).

2. Euforia

Adiksi juga melibatkan pengalaman subyektif menyenangkan yang dilaporkan sebagai konsekuensi atas keterlibatan dalam aktivitas tertentu (contoh: penggunaan zat atau perilaku judi memberikan perasaan menyenangkan). Pengalaman ini sering didefinisikan sebagai pengalaman high atau fly.

3. Toleransi

Adiksi biasanya ditandai dengan peningkatan jumlah dari aktivitas tertentu yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek yang diinginkan. Sebagai contoh, para pengguna zat membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mendapatkan rasa kesenangan yang mirip dengan sebelumnya.

4. Gejala withdrawal/putus

Bertentangan dengan euforia, dalam adiksi terdapat perasaan atau gejala fisik tidak menyenangkan yang muncul karena aktivitas tersebut dihentikan atau dikurangi secara mendadak. Hal ini ditandai dengan perasaan iritabel, kesal, marah, hingga gejala fisik seperti gemetar, berdebar, dan sebagainya.

5. Konflik

Adiksi juga memiliki sisi interpersonal, yang ditandai dengan adanya konflik antara orang yang mengalaminya dan orang di sekitar mereka. Selain konflik interpersonal, konflik juga bisa terjadi di dalam individu tersebut (intrapersonal). Konflik terjadi karena aktivitas tersebut terus dilakukan, meskipun ada kesadaran – baik dari dalam diri maupun dari luar – akan konsekuensi negatif dan dampak buruk yang terjadi.

6. Kekambuhan/Relapse

Terakhir, adiksi juga ditandai dengan adanya kecenderungan adiksi yang terjadi secara berulang (relapse). Hal ini bisa terjadi pada saat kapanpun, termasuk di saat setelah individu tidak lagi mengalami adiksi dalam waktu yang lama (abstinent).

Stanton Peele (1979, dalam Siste, 2023), mengungkapkan bahwa adiksi ditandai dengan kondisi ketergantungan (dependent) akan sebuah kumpulan pengalaman tertentu (particular set of experience), dan zat (substance) hanyalah hanyalah salah satu contohnya. Berdasarkan argumen Peele, banyak peneliti dan penulis memutuskan mengembangkan adiksi perilaku dengan argumen bahwa adiksi dapat terjadi pula pada perilaku yang tidak melibatkan zat.

Dalam buku “The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders” edisi ke-5 (DSM-5), gangguan judi dimasukkan ke kategori adiksi dengan alasan:

1. Periaku judi mengaktivasi reward system (sistem penghargaan) yang serupa dengan penggunaan zat

Beberapa perubahan otak pada orang dengan kecanduan judi dan kecanduan zat memiliki gambaran yang serupa, yaitu adanya abnormalitas pada area ventromedial dari prefrontal korteks dan berkurangnya aktivasi pada striatum ventral yang berkaitan dengan kecanduan judi dan narkoba. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kondisi tersebut sama-sama mengaktivasi reward system.    

2. Perilaku judi menunjukkan gejala perilaku yang mirip dengan penyalahgunaan zat 

Terdapat dua gejala pada gangguan adiksi perilaku yang membuat gangguan patologis tersebut termasuk pada gangguan adiksi, yaitu motivasi dan tujuan perilaku. Umumnya, motivasi awal dari gangguan judi adalah untuk mendapatkan reward yang menghasilkan kenikmatan. Ketika mendapatkan reward tersebut, para penjudi mendapatkan pengalaman high yang serupa dengan adiksi zat. Maka dari itu, gangguan judi lebih mirip dengan adiksi zat, karena karakteristiknya yang sensitif terhadap reward. Selain itu, tujuan dari perilaku pada gangguan judi adalah untuk mendapatkan kenikmatan. 

3. Komorbiditas yang sering antara gangguan judi dan adiksi zat. Penelitian menunjukkan bahwa sekitar 50% orang dengan gangguan judi juga memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Selain itu, sebanyak 63% orang yang mencari pengobatan untuk gangguan judi juga ditemukan menggunakan zat/narkoba. Hal ini dicurigai dapat terjadi karena adanya kerentanan genetik yang sama antara gangguan judi dan adiksi zat.

Kata Seneca, “Errare humanum est, perseverare diabolicum, berbuat salah itu manusiawi, mempertahankan kesalahan itu perbuatan iblis”. Agar umat manusia tidak berperilaku iblis, lewat kitab suci Tuhan memberi petunjuk dan bimbingan kepada umat manusia, agar  meniru perilaku kakek nenek moyang umat manusia.

Ini adalah doa Adam dan Hawa, kakek nenek moyang umat manusia: “Keduanya berkata: ‘Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak memberi rahmat kepada kami, niscaya, demi, pastilah kami termasuk orang-orang yang rugi” (QS Al-A’raf [7]: 23).

Menurut Shihab (2012), keduanya berkata: Tuhan kami, tidak menggunakan kata wahai untuk mengisyaratkan upaya mereka mendekat kepada Allah. Keduanya berkata dengan penuh penyesalan: kami telah menganiaya diri kami sendiri akibat melanggar larangan-Mu. Kami menyesal dan memohon ampun. Jika Engkau tidak menganugerahi kami pertaubatan tentulah kami akan terus-menerus dalam kegelapan maksiat, dan jika Engkau tidak mengampuni kami, yakni menghapus apa yang kami lakukan dan memberi rahmat kepada kami dengan mengembalikan kami ke surga, niscaya demi keagungan-Mu pastilah kami termasuk kelompok orang-orang yang rugi.

Jika kita sependapat dengan para ulama  yang menyatakan kalimat-kalimat ayat ini adalah pengajaran Allah kepada Adam dan Hawa, untuk memohonkannya kepada Allah, ini mengisyaratkan pula bahwa taubat yang diterima Allah adalah taubat yang benar tulus dan yang oleh pelakunya disadari sebagai ancaman kesengsaraan bila tidak dikabulkan Allah. Ancaman ini tentu dirasakan oleh mereka yang menyadari bahwa pelanggaran yang dilakukannya itu tertuju kepada Tuhan Yang Mahaagung.

Akhirnya, “Barang siapa melakukan kebajikan manfaatnya untuk dirinya sendiri; dan barang siapa melakukan kejahatan maka atas diri mereka sendiri: Tuhan tidak pernah melakukan ketidakadilan kepada hamba-hamba-Nya” (QS Fushshilat [41]: 46)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

BANYUWANGI, Suara Muhammadiyah - Ketua Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Jawa Timur (PW I....

Suara Muhammadiyah

4 June 2024

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental, Pimpinan Pusat Nasyia....

Suara Muhammadiyah

28 October 2023

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Senin (9/9/24), LazisMu PDM Sleman menggelar acara bincang bisnis y....

Suara Muhammadiyah

10 September 2024

Berita

TASIKMALAYA, Suara Muhammadiyah - Bertempat di komplek kantor Kementerian Agama Kabupaten Tasik....

Suara Muhammadiyah

9 January 2024

Berita

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Setelah diterjunkan pada Rabu, (13/3) lalu, Majelis Dikdasmen PNF P....

Suara Muhammadiyah

21 March 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah