Cerita Pendek Setelah Pemilu Usai

Publish

6 March 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

1
2430
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Cerita Pendek Setelah Pemilu Usai

Oleh: Ahsan Jamet Hamidi

Dalam group Whatapps, Tn Ulfi dikenal sebagai pribadi fanatik yang gigih memperjuangkan calon presiden pilihannya. Dalam sehari dia bisa mengirim 3-5 ragam informasi copasan berisi propaganda capres idolannya ke semua group. Semakin lama, perilakunya semakin menyebalkan. Teguran dari anggota group lain tidak digubris, bahkan dibaca pun tidak. Ia tetap teguh dengan sikapnya. 

Setelah waktu pencoblosan usai, perhitungan suara hasil Pilpres di TPS sudah dimulai pukul 12.30. Tn Ulfi duduk di kursi paling dekat dengan akses tempat perhitungan. Raut mukannya tegang, kaca mata tebalnya naik turun mengamati setiap kertas yang dibentangkan oleh Panitia. Kupingnya dibuka lebar-lebar. Hasil perhitungan yang dibacakan oleh Panitia ia tulis dengan rapi di buku kecilnya. Sesekali ia berdiri untuk meyakinkan pandangan matannya karena suara Panitia samar. Ia harus memastikan bahwa suara capres pilihannya tidak dicurangi. 

Perhitungan selesai, Ketua KPPS mengumumkan suara terbanyak diperoleh oleh capres pilihannya. Mendapati hasil perhitungan itu matannya berkaca-kaca, rasannya ingin bersujud syukur, namun sang istri keburu mengajaknya pulang. Dia mengunjungi beberapa TPS di tempat lain, merekap perolehan suara dari puluhan TPS yang didatangi. Pulang ke rumah dengan kegembiraan penuh lantaran capres pilihannya selalu mendapat suara terbanyak. 

Menjelang maghrib, Tn Ulfi menelpon beberapa saudara dan kerabat dari berbagai daerah untuk mengetahui hasil perhitungan di TPS mereka. Dia buru-buru menyudahi pembicaraan ketika mendapati kabar tentang suara capres pilihannya kalah. Perasaannya mulai bimbang. Kabar yang ia peroleh dari teman dan kerabat ternyata mengecewakan. Perolehan suara capres pilihannya mulai tersalip. Ia menolak kenyataan itu.

Pukul 8.00 malam, hasil prakiraan perhitungan suara Pilpres berdasarkan hitung cepat sudah meramaikan jagat pemberitaan. Telingannya samar-samar mendengar berita dari televisi di rumahnya. Isinya sama, mengabarkan bahwa perolehan suara capres pilihannya ternyata terpaut jauh, berbeda dengan hasil rekapan di tangannya. Pikirannya mulai kalap, selera makannya hilang seketika. Sop ikan patin, nasi putih, sambel roa yang tersaji di atas meja tidak ia sentuh. Mata dan telingannya terus tertuju pada siaran TV. Semakin lama semakin menggerus kesabaran. Ia bergegas mengambil remote TV dan mematikan, rasannya lega sejenak.

Setelah irama detak jantungnya mulai teratur, ia kembali duduk di depan meja makan tanpa suara televisi. Naas, layar gadgetnya terus memberi isyarat bahwa ada informasi masuk melalui WA group. Awalnya ia enggan membukanya, namun rasa penasaran itu telah mengalahkan tekadnya. Benar saja, seorang teman lama yang sangat ia benci karena berbeda pilihan capres telah mengirimkan pesan. Dia mengirim copasan hasil perhitungan cepat versi lembaga survey yang memenangkan capres bukan pilihannya. Ia langsung menghapus isinnya. Info copasan itu telah meneror batinnya. Satu group WA bisa ia kendalikan, tetapi group lain tetap mengirimkan informasi serupa. Dia sangat jengkel, rasannya ingin berteriak keras lalu mematikan hand phone. 

Setelah gadget mati selama tiga puluh menit, ada bisikan halus yang membuatnya penasaran. Siapa tahu setelah beberapa menit hasil perhitungan suara berubah. Ia lalu membuka kembali telpon genggamnya. Ada puluhan pesan masuk melalui group WA. Sedihnya, informasinya tetap sama, tentang kemenangan capres non pilihannya. Bahkan lebih lengkap, selisih suaranya semakin jauh. Bak disambar petir, ia langsung mematikan lagi telpon genggam, lalu masuk ke kamar tidur. 

Di atas kasur empuk berseprei baru yang harum di dalam kamar berpendingin udara, Tn Ulfi merebahkan tubuh kurusnya. Ia berusaha memejamkan mata sambil mengusir semua ingatan di kepalannya. Apes, otaknya tidak berkompromi. Pikirannya terus aktif menjelajahi daftar perolehan suara dengan angka-angka hingga titik koma. Matannya sulit terpejam, ia bangkit dan kembali menyalakan gadget sambil bergumam; ”tidak! capres pilihan saya tidak mungkin kalah. Kemana perginnya jutaan suara dari orang-orang yang memilihnya? Ada ribuan penggemar yang selalu hadir di setiap momen kampanye. Dia hanya bisa dikalahkan oleh kecurangan”. Gumamnya. 

Ragam Persepsi

Awalnya, kata kecurangan itu muncul dari khayalan di pikirannya. Ia berkembang menjadi lebih nyata. Keyakinan itu tumbuh subur karena ia membatasi lingkup pergaulannya hanya dengan komunitas dalam satu haluan di media sosial. Lumrah jika keyakinan itu terus menebal tanpa ada keragu-raguan. Dugaan kecurangan itu telah diyakini secara berjamaah bersama rekan-rekan satu komunitasnya. 

Persepsi Tn Ulfi bersama komunitasnya tidak berhenti pada level kecurangan. Mereka mulai kecewa, marah dan semakin banyak prasangka ikutan lain yang tumbuh di dalam pikirannya. Berbeda dengan istri, Ny Ulfiana. Dia lebih tenang, rileks bahkan terkesan tidak peduli dengan hasil perhitungan suara yang dikeluarkan oleh lembaga survey ataupun Komisi Pemilihan Umum. Jika sang suami menganggap bahwa sikapnya adalah wujud jihad dalam berdemokrasi, sang istri memilih lebih tenang. Setelah mencoblos dia akan memantau melalui sumber pemberitaan yang kredibel dan bisa dipertanggungjawabkan. 

Di mata Ny Ulfiana, tidak ada pembeda yang kentara di antara tiga pasangan calon presiden. Mulai dari proses pencalonan di internal partai politik, model dukungan para pemilik modal kepada para kandidat, pelaporan dana kampanye, program kerja yang ditawarkan, karakter personal hingga rekam jejak. ”Sama saja” gumamnya.

Baginnya, tidak ada yang istimewa sehingga layak diperjuangkan dengan serius. Oleh sebab itu, ia pun meyakini bahwa siapapun yang kelak menjadi presiden, dia akan terseok seok menjalankan roda pemerintahan. Alih-alih berjuang untuk memenuhi janji kampanye untuk mensejahterakan rakyat, menegakkan hukum secara adil, memberantas korupsi. Ketika ia bisa mengatasi masalah tuntutan balas budi dari dari orang-orang yang selama ini merasa berjasa tanpa kegaduhan saja, itu sudah hebat. Haqqul yakin tidak akan ada perubahan yang bisa diwujudkan dengan instan. 

Demokrasi yang belum usai

Bagi Ny Ulfiana, sebagai bangsa, kita masih menghadapi tantangan dalam memilih seorang calon kepala pemerintah. Pilihan pada system demokrasi tidak akan mampu menghasilkan pemimpin yang berkualitas baik, ketika prasyarat dasarnya tidak terpenuhi. Demokrasi itu bertumpu pada prinsip dasar yang luhur, seperti; transparansi, akuntabilitas, kebebasan berpendapat dan partisipasi aktif dari semua pihak untuk melakukan kontrol pada kekuasaan. Salah satu pilar penyangga demokrasi adalah partai politik. Melalui lembaga kepartaian inilah pendidikan politik warga dilakukan, sehingga mereka bisa menyampaikan aspirasi, suara kritis dan memilih pemimpin secara merdeka. 

Idealnya, partai politik bisa memberi tauladan baik di dalam sistem pengelolaan internal organisasinya. Ia mesti dikelola dengan system yang menganut prinsip dan nilai demokrasi secara utuh. Bagaimana kita bisa mewujudkan hasil pemilihan presiden yang ideal, ketika sistem yang berlaku di internal partai politik itu berlawanan dengan prinsip demokrasi? Lihat, bagaimana budaya pengambilan keputusan di dalam partai politik yang didirikan, dimodali dan “dimiliki” secara tunggal oleh satu orang?

Di dalam sistem pemilihan yang menganut azas demokrasi, seorang calon kepala pemerintah akan dipilih warga berdasarkan perolehan suara terbanyak. Jika proses hitung-hitungannya fair, maka pemimpin yang terpilih adalah cermin yang memantulkan suara mayoritas pemilihnya. Ny Ulfiana terus bertanya di dalam hati tentang kualitas para pemilih di akar rumput yang telah menentukan pilihannya. Mereka memilih karena apa? Atas dasar kesadaran akal sehat? Meski ia tetap menghargai hasil akhir dari sebuah proses pemilihan. 

Sementara itu, Tn Ulfi terus gelisah. Semakin hari dia merasa semakin sendirian. Anak-anak sibuk dengan urusan masing-masing. Rekan-rekan dekat sesama pensiunan yang bergabung di dalam group WA menjauh. Setiap informasi copasan yang ia kirimkan ke group WA tidak ada yang menanggapi, bahkan sekedar memberi emoticon. Dalam urusan domestic, ia telah memilih kamar tidur yang terpisah dengan istrinya. Perbedangan sikap dan pandangan dengan istri telah menimbulkan perselisihan yang sulit dikompromikan. 

Kualitas tidur dan makannya mulai terganggu. Sementara intensitas minum kopi, makan cemilan dan merokok sebagai kompensasi atas kekecewaannya terus meningkat. Gerak badan, olah raga yang seharusnya bisa mengeluarkan aura stress dari pikirannya justru ia jauhi. Walhasil, kondisi kesehatannya menurun. Ia harus dirawat di rumah sakit untuk beberapa saat. Nasehat anak lelakinya tidak ia gubris. “Kamu ini selalu berpihak kepada mama”. Keluhnya. 

Tn Ulfi harus menyerah oleh tindakan tegas anak gadis yang menyita gadgetnya. Ia memberi pesan singkat; 

”ketika sakit, apakah calon presiden idola papa peduli? Mengirim salam atau sekedar doa untuk kesembuhan? Apakah para dokter dan perawat yang melayani pengobatan papa di rumah sakit itu juga harus berada dalam satu pilihan capres dengan papa? Tidak !

Tidak ada bantahan yang perlu dijawab. Air matannya tumpah membasahi pipi yang mulai mengeriput. Ia berusaha ikhlas melupakan perjuangan yang ternyata sia-sia. 


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Humaniora

Harapan dalam Tiap Proses Hidup  Amalia Irfani, LPPA PWA Kalbar  Ma fil aba, fil abna, &....

Suara Muhammadiyah

22 December 2023

Humaniora

Melihat dari Dekat Negeri Tiongkok Melalui Provinsi Xinjiang dan Guangdong (2) Oleh: Ahmad Dahlan, ....

Suara Muhammadiyah

29 August 2024

Humaniora

Hajjah Hamdah: Perempuan Pengerak Berkemajuan Kalimantan Barat Oleh: Dr. Amalia Irfani, M. Si, LPPA....

Suara Muhammadiyah

7 April 2024

Humaniora

Cerpen Satmoko Budi Santoso Muadzin baru di mushala itu masih terus mengundang perhatian. Tentu saj....

Suara Muhammadiyah

1 March 2024

Humaniora

Cerpen Risen Dhawuh Abdullah Dan untuk yang kesekian kalinya, ayah mengulanginya lagi. Ayah sama se....

Suara Muhammadiyah

16 February 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah