JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Mukhaer Pakkanna seolah membuka tabir sejarah yang selama ini terpendam. Dalam acara launching dan Bedah Buku Drakula Ekonomi Telaah Antropologis Dan Sosial Ekonomi Industri Tembakau, Mukhaer menjelaskan perilaku industri tembakau yang tak ubahnya seperti predator yang saling memangsa. Menjadikan harga rokok murah agar dapat terjangkau oleh kalangan remaja, masyarakat kurang mampu dan miskin.
Buku yang diterbitkan oleh Penerbit Suara Muhammadiyah ini tidak hanya menyajikan data, tetapi juga mengungkap fakta terkait eksploitasi industri rokok yang mencekik petani tembakau.
Ia menegaskan, jangan beranggapan jika industri-industri tembakau berkembang, maka kehidupan para petani menjadi sejahtera. Teori ini justru belaku sebaliknya. Petani tembakau malah kesulitan keluar dari jeratan kemiskinan yang menghimpit mereka.
“Pembahasan di bab 5 anak-anak remaja menjadi obyek eksploitasi rokok, yang terjadi secara disengaja melalui klan-iklan rokok yang dirangkap melalui doktrin adventure, menggambarkan sosok pemuda, dan memang ini sengaja ditanamkan oleh industri tembakau,” ujarnya.
Rektor ITB Ahmad Dahlan, Yayat Sujatna berharap banyak orang dapat hadir di tengah-tengah masyarakat untuk terus berusaha mendukung dalam memberikan edukasi terkait literasi industri rokok di Indonesia.
“Seperti yang disampaikan penulis di buku ini, walaupun industri rokok memiliki peran yang signifikan dalam perekonomian Indonesia, yang tidak dapat dipungkiri bahwa dampak yang ditimbulkan dari industri tersebut yakni, terkait kesehatan masyarakat Indonesia,” ucap Yayat.
Amich Alhumami selaku Deputi Bidang Pembangunan Manusia, masyarakat dan kebudayaan, Kementrian PPN/BAPERNAS mengaku mendapatkaan pencerahaan dalam banyak hal. Amich merasa buku ini mampu memadukan argumen anatara pro dan kontra dalam tembakau dan rokok.
Amich mengatakan, “ilustrasi ini bisa mengakatan bahwa perjuangan melawan rokok dan tembakau adalah master ending struggle.” Dalam deskripsinya sangat jelas betapa polemiknya rokok dalam kehidupan yang terdapat relasi kuasa yang memanfaatkan sumber ekonomi produktif, yaitu tembakau dan rokok.
Menurutnya, tindakan yang dilakukan oleh kapitalis pasar lewat tembakau, petani dan rokok sangat ambivalensi. Sehingga muncul kritik yang disanggah oleh masyarakat bawah. Saat ini tantangannya tidak hanya muncul dari masyarakat, namun juga benteng dibalik kapitalisasi ini adalah penggerak politik negara.
Sudibyo Marcus selaku Penasehat Indonesia Institute for Development, menurutnya pelajaran berharga dalam mata rantai ini kebohongan dan kebejatan industri tembakau kepada masyarakat, yang ditulis dalam buku Ekonomi Drakula untuk membuka mata kita.
Buku ini merupakan bagian dari jihad umat Islam Indonesia. Hasbullah Thabrany, Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau memaparkan bahwa rokok bukan budaya Indonesia. Karena yang pertama kali membawa rokok masuk indonesia adalah bangsa belanda.
Hasbullah membeberkan bahwa cukai rokok adalah pungutan paksa untuk orang akibat (dia) merokok.
“Barang yang menyandu itu selalu disukai oleh karena itu konsumtifnya tinggi. Sesuatu yang menghasilkan uang, dan menggunakan bisnis yang mennyandukan selalu menjadi objek bisnis yang laku,” tuturnya.
Siti Nadia Tarmizi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI, mengapresiasi buku ini dicetak dengan dukungan dari Suara Muhammadiyah. Ini memberikan sejarah informasi dari pikiran yang benar-benar mencerdaskan.
Menurut Nadia buku ini membantah mitos-mitos ataupun kampanye bahwa regulasi rokok tidak perlu diperketat. “Pajak cukai Sritex atau pajak dosa, jika penghasilan pajak kita dari cukai semakin besar berarti makin banyak kita berbuat dosa. Pemerintah tidak pernah melarang orang merokok tapi kita ingin mengatur orang merokok,” tuturnya.
Direktur CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta Roosita Meilani Dewi menjelaskan harga, iklan dan kuota (rokok) ternyata penting untuk pengendalian tembakau. Perlu diketahui masuknya rokok ke Indonesia melalui jalur sutra. Saat ini adalah bagaimana caranya di indonesia bungkus rokok tidak ada iklan.
Selain pendapat dari narasumber terdapat testimoni mengenai buku Drakula Ekonomi yang disampaikan oleh Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah M. Izzul Muslimin.
“Pertama apresiasi kepada bang Mukhaer, karena ini salah satu buku tembakau yang ditulis bukan oleh orang kesehatan. Memecah stigma bahwa persoalan mengendalika tembakau dan rokok merupakan tugas kita bersama. pendekatan terhadap anti rokok, tidak hanya dari sisi akademis, penggerakan ini tidak cukup rasional karena persoalan rokok ini ada faktor turun temurun. Pendekatan ini nantinya tidak hanya satu majelis tapi seluruhnya. Muhammadiyah menganggap dengan menyuarakan ini sebagai proses jihad,” tandasnya. (mutia/diko)