Bukan Hanya Bergembira, Tapi Implementasikan Ketakwaan

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
255
Silaturahmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Media. Foto: Cris

Silaturahmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan Media. Foto: Cris

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 H jatuh pada Senin (31/3).

Merespons hal tesebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir, berharap tidak ada perbedaan pada tahun ini. Namun, jika terjadi perbedaan, hendaknya disikapi dengan toleransi dan saling menghormati.

"Dan mudah-mudahan juga sama pada umumnya (Idul Fitri) kecuali satu dua kelompok yang kadang berbeda. Tapi sudah biasa kita berbeda. Itu iklim yang bagus sebenarnya," tuturnya pada Selasa (25/3) di Kantor PP Muhammadiyah Cik Ditiro Yogyakarta saat Silaturahmi dengan Media yang dihadiri Ketua dan Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto, Agus Taufiqurrahman, Muhammad Sayuti, dan Rektor UAD Muchlas.

Haedar menjelaskan, substansi dari Idul Fitri sebagai Hari Raya Berbuka Puasa. Karena setelah melaksanakan ritus peribadatan puasa selama satu bulan penuh, yang semua dilarang dilakukan--makan, minum, berhubungan suami-istri--itu menjadi halal kembali.

"Maka di hari Fitri itu (1 Syawal) kita tidak boleh berpuasa, haram hukumnya berpuasa. Karena Hari Raya Berbuka, semua harus berbuka. Jadi hari yang Fitri itu hari bergembira," katanya.

Namun kendati demikian, Haedar menggarisbawahi jangan terjebak pada kegembiraan berbuka saja, melainkan harus diiringi dengan implementasi nilai-nilai puasa dalam kehidupan sehari-hari.

"Puasa itu menjadikan Muslim lebih bertakwa. Dan itu tidak sekali jadi. Maka la'allakum tattaqun itu proses terus-menerus menjadi takwa (sosok insan beriman dan beramal kebajikan serbautama)," terangnya.

Pada momen Idul Fitri ini, Haedar juga mengajak umat Islam untuk mempererat persaudaraan (ukhuwah), baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa. Tradisi Syawalan atau halal bihalal, menurutnya, menjadi sarana yang baik untuk memperkuat kebersamaan.

"Itu tradisi yang baik. Artinya bahwa suasana gembira beragama menjadi penting untuk menimbulkan autentik kita sebagai manusia bisa melebur satu sama lain. Dan agama menjadi dimensi tabsyir (menggembirakan dan menyenangkan)," jelasnya. (Cris)


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Berita

JAKARTA, Suara Muhammadiyah - Pengurus Korps Protokoler Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jaka....

Suara Muhammadiyah

23 January 2024

Berita

OKU TIMUR, Suara Muhammadiyah - Wisuda Angkatan Pertama Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan ....

Suara Muhammadiyah

20 December 2023

Berita

ACEH BESAR, Suara Muhammadiyah - Sebanyak 70-an santri dan para guru Pondok Pesantren Baitul Arqam S....

Suara Muhammadiyah

19 November 2024

Berita

UMT bekerjasama dengan UAD menyelenggarakan FGD & Visiting Lecturer tentang Strategi Kebijakan P....

Suara Muhammadiyah

5 September 2024

Berita

PURWOKERTO, Suara Muhammadiyah - Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) bersama Asosiasi Ins....

Suara Muhammadiyah

1 December 2023

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah