Apakah Belajar Ilmu Agama itu Penting?

Publish

25 November 2025

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
102
Ilustrasi

Ilustrasi

Apakah Belajar Ilmu Agama itu Penting?

Oleh: Muhammad Davi Arham, SH

Seorang muslim yang baik tentu menyadari bahwa tujuan hidupnya adalah menghambakan diri kepada Allah Ta’ala. Beribadah kepada-Nya tentu tidak boleh sembarangan tanpa didasari ilmu yang benar. Ibadah tanpa ilmu hanya akan membuat seseorang tersesat dan makin jauh dari Allah Ta’ala. Maka sudah sepantasnya seorang muslim meluangkan waktu untuk belajar dan memperdalam ilmu agama. Allah Ta’ala berfirman:

فَسْـَٔلُوْٓا اَهْلَ الذِّكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ۝٧

“Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Anbiya`: 7)

Dalam hadits yang cukup populer, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: 

طَلَبُ العِلْمِ فَريضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ 

“Menuntut ilmu itu Adalah kewajiban bagi seorang muslim.” (HR. Ibnu Majah no. 224. Dihasankan oleh al-Suyuthi)

Perlu diketahui, bahwa kewajiban mempelajari ilmu agama tidak terbatas pada segolongan orang/kelompok tertentu. Apapun profesi dan pekerjaannya, ia wajib  menyempatkan waktunya untuk belajar ilmu agama. Ketika seseorang belajar, hakikatnya ia sedang menghilangkan kebodohan dalam dirinya. 

Semakin sering belajar, semakin banyak pula kebodohan diri yang terangkat. Seorang muslim tidak boleh membiarkan dirinya dalam ketidaktahuan, apalagi pada perkara yang memang wajib diketahui, seperti memahami akidah dengan benar, tata cara sholat yang sah, ketentuan dalam bermuamalah, dll.

Demikianlah yang dilakukan para sahabat Nabi radhiyallahu ‘anhum. Mereka begitu antusias membersamai Nabi dalam rangka mendapatkan ilmu dan keberkahan dari beliau, di samping aktivitas mereka dalam bekerja. Berbagai kesibukan tidak menghalangi mereka dari aktivitas menunut ilmu. 

Terkait hal tersebut, Imam Sufyan al-Tsauri rahimahullah pernah memberikan nasehat:

الرَّجُلُ إِلَى الْعِلْمِ أَحْوَجُ مِنْهُ إِلَى الْخُبْزِ وَاللَّحْمِ

“Seseorang lebih butuh terhadap ilmu daripada kebutuhannya terhadap roti dan daging.” (Hilyatul Auliya`, 7/65)

Nasehat di atas menggambarkan betapa pentingnya ilmu agama bagi kehidupan seorang muslim. Roti dan daging yang digambarkan oleh beliau adalah lambang kebutuhan fisik. Roti ibarat kebutuhan pokok, adapun daging merupakan sumber protein yang penting bagi seseorang. Namun, kebutuhan terhadap ilmu agama dan pokok ajarannya dianggap lebih utama dan mendasar daripada kebutuhan yang bersifat materi. 

Hal ini bukan tanpa alasan. Sebab, ilmu agama sangat dibutuhkan oleh setiap muslim pada setiap detik dan hembusan nafasnya. Adapun kebutuhan terhadap materi tidaklah berlangsung secara terus menerus, melainkan ada jeda waktunya. 

Seorang muslim harus menyadari bahwa kelak dirinya akan dibangkitkan pada hari kiamat. Segala tindak tanduk pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Mempelajari ilmu agama membuat seseorang dapat mengetahui mana yang baik dan buruk, serta agar tidak jatuh ke dalam jurang kesesatan dan perbuatan dosa. Ada pepatah Arab mengatakan: 

عَرَفْتُ الشَّرَّ لَا لِلشَّرِّ لَكِن لِتَوَقِّيهِ 

“Aku mengenali keburukan bukan untuk dilakukan, tetapi untuk menghindarinya.” (Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, 1/425)

Tentu saja untuk mengetahui mana yang baik dan yang buruk diperlukan ilmu dan petunjuk. keduanya tidak mungkin didapatkan, kecuali dengan belajar. Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 إنَّمَا العِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ 

“Sesungguhnya ilmu itu hanya dapat diraih dengan cara belajar.” (HR. Thobroni dalam Musnad al-Syamiyyin no. 2103. Dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

Mengingat hanya para nabi dan rasul yang mendapat ilmu melalui wahyu, maka tidak ada cara bagi seseorang, selain belajar setahap demi setahap diiringi dengan kesabaran.

Tidak sekadar kewajiban, mempelajari ilmu agama juga memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan keimanan dan ketakwaan, serta memberi landasan moral dan etika yang baik bagi individu. Melalui bekal pengetahuan agama, seseorang akan terus merasa diawasi dan dibimbing pada jalan yang benar. Hal ini karena dirinya telah memahami prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan kebajikan, sehingga mudah baginya dalam menjalani kehidupan.

Sebagai motivasi tambahan, sejarah telah banyak mencatat semangat para ulama dalam menunut ilmu. Mereka rela melakukan perjalanan yang sangat jauh untuk belajar kepada seorang guru. Sebagai contoh adalah Imam Ahmad bin Hanbal yang merupakan pendiri Madzhab Hambali. Ia melakukan perjalanan ke banyak tempat demi berguru dan mencari ilmu.

قَالَ أَحْمدُ: رَحَلْتُ فِي طَلَبِ الْعِلْمِ وَالسُّنَّةِ إِلَى الثُغُورِ وَالشَّامَاتِ والسَّواحِلِ وَالْمَغْرِبِ وَالجَزَائِرِ وَمَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ والحِجَازِ وَاليَمَنِ وَالعِرَاقَينِ جَمِيعًا وَفَارِسَ وخُرَاسَانَ وَالْجِبَالِ والأَطْرَافِ ثُمَّ عُدْتُ إلَى بَغْدَادَ

Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Aku melakukan perjalanan untuk mencari ilmu dan hadits ke daerah-daerah perbatasan, Syam, pesisir, Maghrib (Maroko), Aljazair, Mekah, Madinah, Hijaz, Yaman, kedua Irak, Persia, Khurasan, daerah-daerah pegunungan, dan daerah-daerah pinggiran, kemudian aku kembali ke Baghdad.” (Shifatu Fatwa wa al-Mufti wa al-Mustafti, hal. 78).

Demikianlah semangatnya para ulama dalam belajar ilmu agama. Mereka melakukan perjalanan selama berbulan-bulan lamanya. Jika bukan karena kewajiban dan besarnya keutamaan di dalamnya, tentu mereka tidak akan melakukannya. Bagi mereka, ilmu agama lebih berharga daripada harta. Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholib -radhiyallahu ‘anhu-:

الْعِلْمُ خَيْرٌ مِنَ الْمَالِ، الْعِلْمُ يَحْرُسُكَ وَأَنْتَ تَحْرُسُ الْمَالَ

“Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu yang akan menjagamu, sedangkan engkau yang menjaga harta.” (Al-Faqih wa al-Mutafaqqih, 1/182).

Maksudnya, ilmu akan melindungi seseorang agar tidak berbuat keburukan dan membimbing agar senantiasa berada di jalan yang lurus. Adapun harta, maka sudah barang tentu pemiliknya yang harus melindungi agar harta itu tidak hilang atau lenyap. Maka, tidaklah mengherankan jika para ulama banyak yang mengorbankan hartanya untuk mempelajari ilmu agama.

Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi kaum muslimin untuk tidak meninggalkan ilmu agama. Terlebih di era digital saat ini, di mana setiap orang dapat dengan mudah mengakses konten atau artikel keagamaan yang bermanfaat bagi dirinya.

 

Muhammad Davi Arham, SH, Mahasiswa Magister Hukum Ekonomi Syariah UMS dan Mahasantri Pondok Hajjah Nuriyah Shabran


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Refleksi 80 Tahun Indonesia Merdeka Oleh: Rumini Zulfikar (Gus Zul), Penasehat PRM Troketon, Pedan,....

Suara Muhammadiyah

18 August 2025

Wawasan

Oleh: Suko Wahyudi “Alif Lam Mim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; pet....

Suara Muhammadiyah

21 May 2025

Wawasan

Bersikap Ramah dan Berlapang Dada terhadap Tetangga Oleh: Mohammad Fakhrudin Butir (2) dari 11 but....

Suara Muhammadiyah

8 August 2025

Wawasan

Muslim Mukmin yang Berpartisipasi Aktif dan Arif dalam Permusyawarahan dan Kegiatan Masyarakat Oleh....

Suara Muhammadiyah

23 October 2025

Wawasan

Oleh: Ir Tito Yuwono, ST, MSc, PhD, IPM, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yo....

Suara Muhammadiyah

7 May 2025