Anak Saleh (11)
Oleh: Mohammad Fakhrudin
"Anak saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui proses yang sangat panjang dan penuh tantangan."
Di dalam AS (10) telah disajikan bekal dalam akidah butir (2) yang dikutip dari Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Ada beberapa hal yang perlu mendapat penekanan kembali, yaitu bahwa agar dapat menjadi teladan bagi anaknya dalam akidah, pasutri wajib membekali diri dengan akidah yang menolak syirik, takhayul, bid’ah, dan khurafat. Di samping itu, perlu ditegaskan kembali juga bahwa ketidaktegaklurusan akidah dapat berakibat fatal. Berbagai kezaliman dapat terjadi karena ketidaktegaklurusan akidah.
Selain berbekal akidah yang tegak lurus, pasutri agar dapat menjadi bagi anaknya, perlu pula membekali diri dalam akhlak. Mengapa? Indikator lain pada anak saleh adalah berakhlak mulia. Dengan demikian, pasutri wajib membekali diri sebagai orang tua yang berakhlak mulia.
Tuntunan Akhlak
Yunahar Ilyas di dalam buku Kuliah Akhlaq (hlm. 3) membedakan etika, moral, dan akhlak. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral yang bersumber pada pertimbangan akal (pemikiran). Moral adalah ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, kewajiban, dsb., akhlak, budi pekerti, susila, yang bersumber pada adat istiadat yang umum berlaku di masyarakat. Akhlak adalah budi pekerti, kelakuan yang bersumber pada Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Berdasarkan pendapat tersebut, kita ketahui bahwa ada perbedaan rujukan dalam penentuan baik buruknya ucapan dan perilaku manusia. Bagi umat Islam, akhlak berkedudukan lebih tinggi daripada ilmu.
Untuk membekali diri dalam akhlak, pasutri (lebih-lebih warga Muhammadiyah) perlu membaca Pedoman Islami Warga Muhammadiyah (hlm. 65) dan Kuliah Akhlaq karya Yunahar Ilyas. Di samping itu, pasutri harus bergaul dengan orang-orang saleh.
Pembagian Akhlak menurut Yunahar Ilyas
Yunahar Ilyas di dalam buku Kuliah Akhlaq (hlm. 17-247) menguraikan 6 macam akhlak, yaitu (1) akhlak terhadap Allah, (2) akhlak terhadap Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, (3) akhlak pribadi, (4) akhlak dalam keluarga, (5) akhlak bermasyarakat, dan (6) akhlak bernegara.
Salah satu akhlak terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah muraqabah, yaitu kesadaran diri pada tiap muslim mukmin bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah Subḥanahu wa Ta'ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam Al-Qur’an surat al-An’am (6): 59
۞ وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya, selain Dia sendiri. Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
Dari ayat tersebut kita ketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui segala sesuatu dan segala sesuatu itu telah ditulis di Lauh Mahfuzh. Di dalam surat lain dijelaskan lebih tegas lagi bahwa Dia mengawasi hamba-Nya.
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surat an-Nisa (4): 1
اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
“…. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”
Sementara itu, di dalam surat al-Ahzab (33): 52 dijelaskan bahwa Allah Subḥanahu wa Ta'ala Maha Mengawasi segala sesuatu.
وَكَانَ اللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ رَّقِيْبًا
“ … Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu.”
Masih ada lagi surat yang berisi penegasan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala mengetahui segala sesuatu yang disembunyikan di dalam hati sekalipun, yakni surat al-Mukmin (40): 19
يَعْلَمُ خَآئِنَةَ ٱلْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِى ٱلصُّدُورُ
"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”
Jika tiap muslim mukmin menyadari bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah Subḥanahu wa Ta'ala sebagaimana dikutip sehingga dengan dasar keimanannya itu selalu beramar makruf nahi munkar, niscaya umat Islam benar-benar menjadi umat terbaik dan menjadi rahmatan lil'alamin. Tidak ada seorang pun muslim mukmin yang dipenjarakan karena korupsi atau terjerat kasus pidana yang lain. Bahkan, tidak ada muslim mukmin (apalagi pemimpin) yang ingkar janji. Juga tidak ada muslim mukmin yang membela pemimpin yang ingkar janji.
Kesenjangan dalam Pelaksanaan
Dalam hubungannya dengan akhlak muraqabah, terjadi kesenjangan yang sangat menganga. Cukup banyak “muslim mukmin” yang melanggarnya dan pelanggaran itu rasanya terjadi pada segala lapisan. Ada ART “muslim mukmin” yang tidak mengembalikan sisa uang belanja pada tuannya. Boleh jadi, hal itu dilakukannya karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi. Mungkin juga perbuatan itu dilakukannya karena sisa uang belanja itu hanya seribu rupiah dan tidak pernah ditanyakan oleh tuannya. Mungkin ada pula ART ketika mencuci pakaian tuannya menemukan uang yang tertinggal (atau sengaja ditinggal) di saku celana atau baju, tetapi uang itu tidak diserahkannya. Apa pun alasannya perbuatan itu jelas bertentangan dengan akhlak muraqabah. Pemulung, pengamen, atau pedagang kaki lima “muslim mukmin” juga ada yang tidak mengamalkan akhlak muraqabah.
Tentu ART, pemulung, pengamen, dan pedagang kaki lima muslim mukmin yang mengamalkan akhlak muraqabah jauh lebih banyak.
Hal yang sangat memprihatinkan adalah orang berpendidikan tinggi, elite bangsa, dan tokoh masyarakat, tetapi melakukan perbuatan yang bertentangan dengan akhlak muraqabah. Sungguh sangat memalukan dan menjijikkan ada di antara mereka yang berusaha memperoleh jabatan akademik profesor dengan cara kotor. Bahkan, ada yang lebih ironis lagi! Rektor perguruan tinggi Islam yang menjadi plagiator. Na’uzubillah!
Masih ada lagi yang lebih memprihatinkan. Sejak era reformasi ada dua menteri agama (yang semuanya muslim) berujung dipenjarakan karena terjerat kasus korupsi. Ternyata keprihatinan kita belum berakhir. Panitia Khusus Angket Haji DPR RI atau Pansus Haji mengeluarkan lima rekomendasi terhadap hasil penyelidikan penyelenggaraan haji 2024 sebagai berikut.
Pertama, mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Kedua, mengusulkan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam menetapkan kuota haji, terutama dalam haji khusus terutama pengalokasian kuota haji tambahan.
Ketiga, merekomendasi agar negara memperkuat fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan haji khusus ke depan.
Keempat, mendorong peranan lembaga pengawas internal pemerintah seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar lebih detail mengawasi penyelenggaraan haji.
Kelima, berharap pemerintahan mendatang agar dalam mengisi posisi Kementerian Agama dengan figur yang lebih cakap dan kompeten dalam mengoordinasikan dan mengatur, serta mengelola penyelenggaraan ibadah haji.
(Sumber: tempo.co Senin, 30 September 2024)
Dalam hubungannya dengan akhlak muraqabah, di antara menteri, gubernur, bupati/wali kota, anggota DPR, ketua partai, bahkan penegak hukum pun cukup banyak yang tidak mengamalkannya. Mereka melakukan tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain sehingga akhirnya dipenjarakan. Bahkan, di antara mereka ada yang meninggal di penjara. Sangat tragis!
Sungguh kasus-kasus itu merupakan contoh buruk bagi pasutri yang sedang berusaha membekali diri agar dapat menjadi teladan bagi (calon) anaknya. Bukankah mereka perlu keteladanan, terutama dari orang-orang terdekat, pengamalan akhlak muraqabah? Bagaimana kalau di antara orang-orang yang berakhlak buruk itu adalah orang tua pasutri? Apakah tidak menggoncang jiwanya?
Tentu kita harus optimistis bahwa orang-orang yang mengamalkan akhlak muraqabah masih jauh lebih banyak.
Pertanyaan yang timbul untuk mengakhiri tulisan ini, "Akankah Menteri Agama RI yang dimaksudkan di dalam rekomendasi itu berakhir sama dengan dua menteri agama sebelumnya?"
Allahu a’lam