Anak Saleh (10)

Publish

26 September 2024

Suara Muhammadiyah

Penulis

0
206
Foto Istimewa

Foto Istimewa

Anak Saleh (10)

Oleh: Mohammad Fakhrudin

"Anak Saleh bukan barang instan. Dia diperoleh melalui proses yang sangat panjang dan penuh tantangan."

Uraian tentang bekal dalam akidah dengan merujuk kepada surat al-Furqan (25): 63-77 sebagaimana disebutkan di dalam Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (hlm. 13) telah disajikan di dalam "Anak Saleh" (AS) 9. Jika dikaji lebih lengkap, tentu lebih banyak lagi aspek kehidupan, baik dalam hal akhlak, ibadah, maupun muamalah duniawi yang kita ketahui dari surat dan ayat tersebut.  Menurut Hamka,  ibad ar-Rahman ditandai dengan muka selalu tenang dan sikapnya lemah-lembut, mudah dalam pergaulan, tidak bosan meladeni orang-orang yang bodoh, bangun beribadah tengah malam, mendekatkan jiwanya dengan Tuhan, dan menjauhi kejahatan karena insaf akan azab api neraka (Tafsir Al Azhar 2003: 5066). Jadi, jika mempunyai tanda-tanda sebaliknya, berarti akidahnya tidak tegak lurus.

Di dalam AS (10) ini disajikan bekal dalam akidah butir (2) yang dikutip dari Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah, yaitu

“Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman dan tauhid sebagai sumber seluruh kegiatan hidup, tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid itu, dan tetap menjauhi serta menolak syirik, takhayul, bid’ah, dan khurafat yang menodai iman dan tauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Jelas dan tegas sekali di dalam butir (2) itu bahwa iman dan tauhid merupakan sumber segala kegiatan hidup. Hal itu berarti bahwa amal kebaikan yang dilakukan berdasarkan iman pasti diyakini mendapat pahala dunia akhirat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Oleh karena itu, orang yang menolong tidak kecewa sama sekali jika tidak dibalas dengan ucapan terima kasih oleh orang yang ditolongnya. Dia yakin bahwa balasan dari Allah Subḥanahu wa Ta'ala jauh lebih sempurna!

Sebaliknya, amal kebaikan yang bersumber pada nilai kemanusiaan, maka nilai kebaikan itu hanya sampai pada manusia (dunia) juga. Menolong sesama manusia yang dilakukan hanya berdasarkan pertimbangan kemanusiaan, kebaikan itu biasanya dibalas dengan misalnya ucapan terima kasih. Bahkan, mungkin orang yang ditolong itu sama sekali tidak berucap demikian. Boleh jadi, hal itu membuat kecewa orang yang menolong.

Sesungguhnya, butir (2) itu pun berlaku bukan hanya bagi warga Muhammadiyah, melainkan juga berlaku bagi tiap muslim mukmin. 

Surat dan Ayat Rujukan

Berikut ini adalah surat dan ayat yang dijadikan rujukan butir (2).

Surat an-Nisa (4): 136

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اٰمِنُوْا بِا للّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَا لْكِتٰبِ الَّذِيْ نَزَّلَ عَلٰى رَسُوْلِهٖ وَا لْكِتٰبِ الَّذِيْۤ اَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ ۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِا للّٰهِ وَمَلٰٓئِكَتِهٖ وَكُتُبِهٖ وَرُسُلِهٖ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًاۢ بَعِيْدًا

"Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh."

Surat al-Ikhlas (112): 1-4
(Sudah dikutip)

Surat al-Baqarah (2): 105

مَا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَلَا الْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يُّنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ خَيْرٍ مِّنْ رَّبِّکُمْ ۗ وَا للّٰهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَآءُ ۗ وَا للّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ

"Orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu. Namun, secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah pemilik karunia yang besar."

Surat an-Nisa (4): 48

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَآءُ ۚ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِا للّٰهِ فَقَدِ افْتَـرٰۤى اِثْمًا عَظِيْمًا

"Sesungguhnya, Allah tidak akan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, dia telah berbuat dosa yang besar."

Surat al-Maidah (5): 72

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِيْنَ قَا لُوْۤا اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ ۗ وَقَا لَ الْمَسِيْحُ يٰبَنِيْۤ اِسْرَآءِيْلَ اعْبُدُوا اللّٰهَ رَبِّيْ وَرَبَّكُمْ ۗ اِنَّهٗ مَنْ يُّشْرِكْ بِا للّٰهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّٰهُ عَلَيْهِ الْجَـنَّةَ وَمَأْوٰٮهُ النَّا رُ ۗ وَمَا لِلظّٰلِمِيْنَ مِنْ اَنْصَا رٍ

"Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, "Sesungguhnya, Allah itu dialah Al-Masih putra Maryam." Padahal Al-Masih (sendiri) berkata, "Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu." Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu."

Surat al-An’am (6): 14; 22-25; 101, 121

قُلْ اَغَيْرَ اللّٰهِ اَتَّخِذُ وَلِيًّا فَا طِرِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَهُوَ يُطْعِمُ وَلَا يُطْعَمُ ۗ قُلْ اِنِّيْۤ اُمِرْتُ اَنْ اَكُوْنَ اَوَّلَ مَنْ اَسْلَمَ وَلَا تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ

"Katakanlah (Muhammad), "Apakah aku akan menjadikan pelindung selain Allah yang menjadikan langit dan bumi, padahal Dia memberi makan dan tidak diberi makan?" Katakanlah, "Sesungguhnya, aku diperintahkan agar aku menjadi orang yang pertama berserah diri (kepada Allah), dan jangan sekali-kali kamu masuk golongan orang-orang musyrik."(Ayat: 14)

وَيَوْمَ نَحْشُرُهُمْ جَمِيْعًا ثُمَّ نَقُوْلُ لِلَّذِيْنَ اَشْرَكُوْۤا اَيْنَ شُرَكَآ ؤُكُمُ الَّذِيْنَ كُنْتُمْ تَزْعُمُوْنَ

"Dan (ingatlah), pada hari ketika Kami mengumpulkan mereka semua, kemudian Kami berfirman kepada orang-orang yang mempersekutukan Allah, "Di manakah sembahan-sembahanmu yang dahulu kamu sangka (sekutu-sekutu Kami)?" (Ayat: 22)

 مَّ لَمْ تَكُنْ فِتْـنَـتُهُمْ اِلَّاۤ اَنْ قَا لُوْا وَا للّٰهِ رَبِّنَا مَا كُنَّا مُشْرِكِيْنَ

"Kemudian, tidaklah ada jawaban bohong mereka, kecuali mengatakan, "Demi Allah, ya Tuhan kami, tidaklah kami mempersekutukan Allah." (Ayat: 23)

اُنْظُرْ كَيْفَ كَذَبُوْا عَلٰۤى اَنْفُسِهِمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَّا كَا نُوْا يَفْتَرُوْنَ

"Lihatlah, bagaimana mereka berbohong terhadap diri mereka sendiri. Dan sesembahan yang mereka ada-adakan dahulu akan hilang dari mereka." (Ayat: 24)

وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّسْتَمِعُ اِلَيْكَ ۚ وَجَعَلْنَا عَلٰى قُلُوْبِهِمْ اَكِنَّةً اَنْ يَّفْقَهُوْهُ وَفِيْۤ اٰذَا نِهِمْ وَقْرًا ۗ وَاِ نْ يَّرَوْا كُلَّ اٰيَةٍ لَّا يُؤْمِنُوْا بِهَا ۗ حَتّٰۤى اِذَا جَآءُوْكَ يُجَا دِلُوْنَكَ يَقُوْلُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْۤا اِنْ هٰذَاۤ اِلَّاۤ اَسَا طِيْرُ الْاَ وَّلِيْ

"Dan di antara mereka ada yang mendengarkan bacaanmu (Muhammad), dan Kami telah menjadikan hati mereka tertutup (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan telinganya tersumbat. Dan kalaupun mereka melihat segala tanda (kebenaran), mereka tetap tidak mau beriman kepadanya sehingga apabila mereka datang kepadamu untuk membantahmu, orang-orang kafir itu berkata, "Ini (Al-Qur'an) tidak lain hanyalah dongengan orang-orang terdahulu." (Ayat: 25)

 بَدِيْعُ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ ۗ اَنّٰى يَكُوْنُ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَمْ تَكُنْ لَّهٗ صَا حِبَةٌ ۗ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ ۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

"Dia (Allah) Pencipta langit dan bumi. Bagaimana (mungkin) Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu." (Ayat: 101)

وَلَا تَأْكُلُوْا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَاِ نَّهٗ لَفِسْقٌ ۗ وَاِ نَّ الشَّيٰطِيْنَ لَيُوْحُوْنَ اِلٰۤى اَوْلِيٰۤـئِـهِمْ لِيُجَا دِلُوْكُمْ ۚ وَاِ نْ اَطَعْتُمُوْهُمْ اِنَّكُمْ لَمُشْرِكُوْنَ

"Dan janganlah kamu memakan dari apa (daging hewan) yang (ketika disembelih) tidak disebut nama Allah, perbuatan itu benar-benar suatu kefasikan. Sesungguhnya, setan-setan akan membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu. Dan jika kamu menuruti mereka, tentu kamu telah menjadi orang musyrik." (Ayat: 121)

Surat at-Taubah (9): 6, 28, 33

وَاِ نْ اَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِيْنَ اسْتَجَا رَكَ فَاَ جِرْهُ حَتّٰى يَسْمَعَ كَلَا مَ اللّٰهِ ثُمَّ اَبْلِغْهُ مَأْمَنَهٗ ۗ ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْلَمُوْنَ

"Dan jika di antara kaum musyrikin ada yang meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah agar dia dapat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah dia ke tempat yang aman baginya. (Demikian) itu karena sesungguhnya mereka kaum yang tidak mengetahui." (Ayat: 6)

 . يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَـرَا مَ بَعْدَ عَا مِهِمْ هٰذَا ۚ وَ اِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۤ اِنْ شَآءَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya, orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana." (Ayat: 28)

هُوَ الَّذِيْۤ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِا لْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۙ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ

"Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai." (Ayat: 33)

Surat al-Hajj (22): 31

حُنَفَآءَ لِلّٰهِ غَيْرَ مُشْرِكِيْنَ بِهٖ ۗ وَمَنْ يُّشْرِكْ بِا للّٰهِ فَكَاَ نَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَآءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ اَوْ تَهْوِيْ بِهِ الرِّيْحُ فِيْ مَكَا نٍ سَحِيْقٍ

"(Beribadahlah) dengan ikhlas kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya. Barang siapa menyekutukan Allah, maka seakan-akan dia jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh."

Surat Luqman (31): 13 s.d.15

وَاِ ذْ قَا لَ لُقْمٰنُ لِا بْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِا للّٰهِ ۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَـظُلْمٌ عَظِيْمٌ

"Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar." (Ayat: 13)

وَوَصَّيْنَا الْاِ نْسٰنَ بِوَا لِدَيْهِ ۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصٰلُهٗ فِيْ عَا مَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِـوَا لِدَيْكَ ۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu." (Ayat: 14)

وَاِ نْ جَاهَدٰكَ عَلٰۤى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَا حِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖ وَّا تَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَا بَ اِلَيَّ ۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُ نَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

"Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beri tahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan." (Ayat: 15)

Tentu setiap muslim mukmin ingin memperoleh rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain, kecuali  tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, dan  kitab yang diturunkan sebelumnya, serta memohon hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Perlu ditegaskan lagi bahwa agar dapat menjadi teladan bagi anaknya dalam akidah adalah pasutri wajib membekali diri dengan akidah yang menolak syirik, takhayul, bid’ah, dan khurafat. 

Sekali lagi, Pentingnya Akidah

Berbagai kasus kezaliman yang terjadi di masyarakat dapat dirunut ke penyebab utamanya. Kezaliman dalam hal apa pun dapat terjadi karena pelakunya tidak mempunyai akidah yang tegak lurus. 

Kezaliman pemimpin dapat terjadi akibat lemahnya akidah. Bagaimana tidak? Jika akidahnya kuat, pasti dia lebih takut kepada Allah Subḥanahu wa Ta'ala daripada kepada sesama manusia. Di dalam kenyataan ada pemimpin yang lebih takut kepada kekuasaan.

Ada fenomena pada sebagian muslim mukmin. Ketika menjelang pemilihan kepala desa, bupati/wali kota, gubernur, atau presiden, mereka minta doa dan dukungan kepada ulama. Dia pun rajin berkunjung ke pondok pesantren untuk memperoleh doa dan dukungan santri juga keluarganya. 

Setelah terpilih, di antara mereka ada yang lebih percaya kepada mantra pawang hujan daripada doa ulama dan santri. Bahkan, ada juga "kiai" yang lebih percaya kepada mantra pawang hujan daripada doanya, padahal dia mengajarkan berbagai doa (termasuk doa yang berkaitan dengan hujan) kepada santrinya.

Pertanyaan mendasar pun timbul, "Apakah pawang itu tidak  melakukan kemusyirikan? Apakah muslim mukmin boleh mengamini mantra orang yang melakukan kemusyirikan?" Pertanyaan selanjutnya adalah, "Apakah jika pawang hujan dimintai bantuan agar di tempat tertentu tidak terjadi hujan dan memang di tempat itu tidak hujan, kemudian muslim mukmin boleh percaya bahwa hal itu terjadi atas kehebatan pawang hujan tersebut?" Lalu, bolehkah muslim mukmin menyatakan bahwa ternyata mantra pawang lebih hebat daripada doa ulama?

Sudah menjadi pemahaman umum bahwa ayat-ayat yang berisi iman dan tauhid sebagaimana telah dikutip pasti sudah dihafal oleh para kiai. Namun, boleh jadi demi kepentingan keduniaan, ayat-ayat tersebut tidak diamalkan. Apakah tidak berdosa?

Ada elite bangsa yang berkali-kali ingkar janji, itu pun terjadi karena iman dan tauhidnya tidak terhunjam  dalam-dalam di hatinya. Anehnya, ketika dia dikitrik, ada yang membelanya, bahkan, membelanya dengan taruhan nyawa.

Muslim mukmin yang berakidah tegak lurus pantang ingkar janji. Muslim mukmin yang berakidah tegak lurus berani mengingatkan pemimpinnya bahwa ingkar janji itu berdosa dan pemimpin yang berakidah tegak lurus jika diingatkan dengan ayat-ayat Allah' Subḥanahu wa Ta'ala, dia tersungkur bersujud.

Masih ada lagi. Putusan pengadilan yang tidak adil pun dapat terjadi karena lemahnya akidah para hakim, termasuk hakim konstitusi. Jika tegak lurus akidahnya, mereka sadar bahwa tindakannya selalu dalam pengawasan Allah Subḥanahu wa Ta'ala dan harus dipertanggungjawabkan kepada-Nya.

Muslim mukmin yang berakidah tegak lurus pasti sangat menjunjung akhlak. Dia tidak menganggap remeh terhadap pelanggaran akhlak. Jadi, aneh jika ada muslim mukmin apalagi tokoh masyarakat yang menyerukan agar masyarakat melupakan tindakan yang melanggar akhlak!


Allahu a’lam


Komentar

Berita Lainnya

Berita Terkait

Tentang Politik, Pemerintahan, Partai, Dll

Wawasan

Membijaksanakan Diri dalam Melihat Pengganti Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, Ketua PRM Legoso, Tangerang ....

Suara Muhammadiyah

8 October 2024

Wawasan

Menggiring Jamaah Berbondong ke Masjid dengan Memperbaiki Manajemennya Oleh: Amidi, Dosen FEB Unive....

Suara Muhammadiyah

15 April 2024

Wawasan

Menyuburkan Semangat Cinta Negeri  Oleh: Amalia Irfani, Dosen IAIN Pontianak, Sekretaris LPP P....

Suara Muhammadiyah

14 August 2024

Wawasan

Idul Fitri dan Keadilan Sosial Oleh: Donny Syofyan, Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas ....

Suara Muhammadiyah

10 April 2024

Wawasan

Oleh: Suko Wahyudi Islam adalah agama dan shalat adalah tiangnya. Agama adalah ajaran, sistem yang ....

Suara Muhammadiyah

28 May 2024

Tentang

© Copyright . Suara Muhammadiyah