Oleh: Dr Hasbullah, MPdI, Dosen Univeristas Muhammadiyah Pringsewu, Wakil Ketua Majelis Dikdasmen dan PNF PWM Lampung
Dalam sejarah umat manusia, perempuan selalu menjadi sosok penting di balik lahirnya peradaban-peradaban besar. Peradaban yang agung tidak lahir dari bangsa yang melemahkan peran perempuan, melainkan dari bangsa yang memberdayakannya.
Dalam konteks Indonesia dan Islam, organisasi perempuan ‘Aisyiyah tampil sebagai bukti konkret bahwa perempuan memiliki kontribusi besar dalam membangun umat dan bangsa. ‘Aisyiyah bukan sekadar organisasi otonom Muhammadiyah, melainkan telah tumbuh menjadi institusi yang mewakili sosok “ibu peradaban”.
Konsep “ibu peradaban” dalam Islam memiliki dasar teologis dan historis yang kuat. Islam memuliakan perempuan dan menempatkannya dalam posisi strategis dalam pembentukan karakter dan masa depan generasi. Rasulullah SAW bersabda bahwa “perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggung jawab atas anak-anaknya.”
Perempuan adalah madrasah pertama, dan dari tangannyalah lahir anak-anak bangsa yang beriman, cerdas, dan berakhlak mulia. Maka, perempuan bukan hanya ibu secara biologis, melainkan juga ibu dalam arti kultural dan spiritual penentu arah dan kualitas peradaban.
‘Aisyiyah menyadari peran agung ini sejak awal pendiriannya pada tahun 1917 oleh Nyai Ahmad Dahlan. Dalam masa di mana perempuan masih dipinggirkan dari ruang publik, ‘Aisyiyah tampil sebagai pelopor gerakan perempuan Islam yang progresif dan tercerahkan. Tanpa kehilangan identitas keagamaannya, ‘Aisyiyah justru menjadikan Islam sebagai sumber kekuatan untuk memberdayakan kaum perempuan.
Nilai-nilai Islam senantiasa hadir dalam gerakan ‘Aisyiyah, sehingga Islam di tangan ‘Asiyiyah menjadi gerakan nyata yang bisa di rasa langsung bukan Islam yang hanya berhenti pada ritual-ritual. Sehingga telah banyak yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah, dimana semuanya menjadi kontribusi kepada kehidupan manusia seutuhnya dan kehidupan berbangsa serta bernegara.
Kotribusi ‘Aisyiyah dalam bidang pendidikan
Kontribusi ‘Aisyiyah dalam bidang pendidikan tidak dapat dilepaskan dari semangat pembaruan dan pemberdayaan yang diwariskan oleh Muhammadiyah. Sejak awal berdirinya, ‘Aisyiyah telah menyadari bahwa pendidikan adalah jalan utama untuk membebaskan perempuan dari keterbelakangan dan keterikatan budaya patriarkis yang membatasi peran mereka dalam masyarakat.
Dengan mendirikan sekolah-sekolah bagi anak-anak dan perempuan, ‘Aisyiyah tidak hanya menyediakan akses pendidikan, tetapi juga membangun ruang aman bagi perempuan untuk berkembang secara intelektual, spiritual, dan sosial dalam bingkai nilai-nilai Islam.
Lebih dari sekadar lembaga pendidikan formal, sekolah-sekolah ‘Aisyiyah menjadi pusat pembinaan akhlak dan kepemimpinan. Guru-guru yang dilibatkan bukan hanya pendidik profesional, tetapi juga pembimbing moral yang menanamkan nilai kejujuran, disiplin, dan kepedulian sosial.
Di sinilah letak keunikan model pendidikan ‘Aisyiyah—yakni membangun karakter generasi muda melalui keteladanan dan pendekatan yang holistik. Sekolah tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga ladang penyemaian nilai-nilai luhur Islam yang membentuk identitas diri dan etos kerja tinggi.
Keberadaan Perguruan Tinggi ‘Aisyiyah (PTA) di berbagai daerah juga memperkuat komitmen organisasi ini dalam mencetak perempuan yang terdidik dan siap bersaing di tingkat nasional maupun global. Di tengah tantangan zaman yang kian kompleks, PTA menjadi pusat inovasi dan kajian ilmiah yang berpijak pada nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan.
Perempuan yang dilahirkan dari rahim pendidikan ‘Aisyiyah tidak hanya menjadi tenaga profesional, tetapi juga pemimpin yang memiliki kesadaran sosial dan visi perubahan. Mereka menjadi agen transformasi di berbagai sektor kehidupan kesehatan, pendidikan, ekonomi, bahkan politik.
Dengan demikian, kontribusi ‘Aisyiyah dalam bidang pendidikan merupakan fondasi strategis dalam membangun peradaban yang maju, inklusif, dan berkeadaban. Pendidikan bukan hanya alat untuk mencerdaskan, tetapi juga sarana membentuk manusia seutuhnya yang memiliki ilmu, iman, dan amal. Melalui peran aktif di bidang pendidikan, ‘Aisyiyah terus meneguhkan identitasnya sebagai ibu peradaban, yang tidak henti menanamkan nilai dan mencetak generasi yang siap memikul tanggung jawab sejarah umat dan bangsa.
Kotribusi ‘Aisyiyah dalam bidang dakwah
Kontribusi ‘Aisyiyah dalam bidang dakwah menunjukkan transformasi penting dalam cara menyampaikan pesan-pesan Islam kepada masyarakat luas. Dakwah yang dilakukan tidak bersifat top-down atau monolog, melainkan dialogis dan partisipatif.
Dalam berbagai kegiatannya, ‘Aisyiyah lebih memilih pendekatan empatik, menyentuh aspek emosional dan praktis kehidupan masyarakat. Misalnya, dengan mengadakan pengajian ibu-ibu yang disertai pelatihan keterampilan, dakwah menjadi lebih hidup dan membumi karena langsung menjawab kebutuhan nyata masyarakat.
Salah satu kekuatan utama dakwah ‘Aisyiyah adalah pengarusutamaan nilai-nilai keislaman dalam program-program pemberdayaan. Dakwah tidak hanya berupa ceramah, tetapi diwujudkan dalam bentuk aksi sosial seperti pemberian layanan kesehatan ibu dan anak, pendampingan perempuan korban kekerasan, serta pembentukan kelompok usaha mikro yang memberdayakan ekonomi keluarga.
Dengan cara ini, Islam ditampilkan sebagai agama rahmatan lil ‘alamin yang membawa kasih sayang, keadilan, dan kebaikan dalam semua aspek kehidupan.
Di tengah arus modernisasi dan globalisasi yang kompleks, ‘Aisyiyah berhasil menjaga relevansi dakwahnya dengan memperkuat narasi Islam yang progresif dan berkeadilan gender. Dakwah tidak dijadikan alat untuk mengontrol perempuan, melainkan sebagai sarana pembebasan perempuan dari belenggu kemiskinan, diskriminasi, dan ketertinggalan.
Dalam hal ini, ‘Aisyiyah menegaskan bahwa perempuan memiliki posisi penting sebagai subjek dakwah sekaligus pelaku perubahan sosial yang aktif dan strategis.
Peran kader-kader ‘Aisyiyah sebagai da’iyah di tengah masyarakat juga menunjukkan kualitas gerakan dakwah yang inklusif dan transformatif. Mereka tidak hanya tampil sebagai penceramah, tetapi juga fasilitator sosial, pendidik keluarga, dan penjaga harmoni masyarakat. Mereka terjun langsung ke lapangan ke pelosok desa, ke daerah terpencil, bahkan ke komunitas marginal untuk menyampaikan dakwah yang membebaskan dan memberdayakan.
Dakwah menjadi sarana pembangunan sosial yang berpihak pada kaum tertindas dan kelompok rentan. Dengan pendekatan dakwah yang menyatu dengan aksi sosial dan pemberdayaan, ‘Aisyiyah telah memperluas cakupan dan makna dakwah itu sendiri. Dakwah tidak lagi terbatas pada aktivitas keagamaan formal, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan keadilan sosial.
Inilah bentuk kontribusi nyata ‘Aisyiyah dalam menghadirkan Islam yang relevan dengan zaman, sekaligus memperkuat peran perempuan dalam membangun peradaban Islam yang berkemajuan dan humanis.
Kotribusi ‘Aisyiyah dalam bidang kesehatan
Tak kalah penting, ‘Aisyiyah juga menunjukkan komitmen tinggi dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial sebagai bagian dari gerakan dakwah yang menyentuh langsung kebutuhan riil masyarakat. Melalui program-program seperti TB Care, posyandu, layanan kesehatan ibu dan anak, serta pendirian rumah sakit dan klinik berskala lokal maupun nasional, ‘Aisyiyah hadir sebagai pelayan umat yang responsif dan solutif.
Keberadaan layanan ini sangat berarti, terutama di daerah-daerah yang akses kesehatannya terbatas, dan menjadikan ‘Aisyiyah sebagai pelopor gerakan kesehatan berbasis masyarakat yang berakar pada nilai-nilai keislaman dan kemanusiaan.
Layanan kesehatan yang diinisiasi oleh ‘Aisyiyah tidak berhenti pada aspek kuratif, tetapi juga menyentuh sisi promotif dan preventif. Edukasi kesehatan gizi anak, sanitasi lingkungan, hingga sosialisasi pola hidup bersih dan sehat menjadi bagian penting dari strategi menyeluruh untuk menciptakan masyarakat yang sehat secara fisik dan mental.
Semua ini dilakukan dalam bingkai dakwah bil hal, yaitu dakwah melalui tindakan nyata yang membawa manfaat langsung bagi kehidupan umat. Konsep ini menjadikan pelayanan kesehatan sebagai ibadah sosial yang membawa nilai spiritual tinggi dalam setiap tindakannya.
Lebih jauh, ‘Aisyiyah juga menaruh perhatian besar pada kelompok rentan seperti lansia, anak yatim, dan perempuan kepala keluarga. Melalui berbagai program kesejahteraan sosial seperti pembinaan kelompok usaha, koperasi perempuan, pelatihan keterampilan kerja, serta pendampingan psikososial, ‘Aisyiyah berupaya mewujudkan masyarakat yang tidak hanya sehat tetapi juga mandiri dan berdaya.
Gerakan ini menyatukan aspek sosial, ekonomi, dan spiritual dalam satu kesatuan misi yang berorientasi pada keberpihakan kepada yang lemah dan termarjinalkan.
Dengan pendekatan yang holistik dan berbasis nilai Islam yang progresif, ‘Aisyiyah tidak sekadar menjadi pelaksana program sosial, tetapi juga menjadi agen perubahan yang konsisten membangun tatanan masyarakat yang sehat, adil, dan berperadaban.
Upaya ini mencerminkan peran strategis ‘Aisyiyah sebagai ibu peradaban yang merawat, membimbing, dan membangun generasi yang sehat secara jasmani dan rohani. Dalam konteks inilah, kontribusi ‘Aisyiyah dalam bidang kesehatan dan kesejahteraan sosial patut diapresiasi sebagai salah satu model pemberdayaan umat yang unggul dan berkelanjutan.
‘Aisyiyah Ibu Peradaban
Sebagai ibu peradaban, ‘Aisyiyah telah menunjukkan peran strategis dalam mengangkat martabat perempuan melalui pendekatan yang menyeluruh, mulai dari aspek spiritual hingga sosial-politik. Organisasi perempuan Muhammadiyah ini tidak hanya menyuarakan pentingnya kesadaran gender, tetapi juga mendorong implementasinya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Program-program pendidikan dan pemberdayaan yang digagas ‘Aisyiyah telah menjangkau berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pedesaan hingga perkotaan. Hal ini menjadi bukti bahwa ‘Aisyiyah tidak bergerak secara elitis, tetapi membumi, menjadikan setiap perempuan sebagai subjek perubahan yang mampu membentuk masa depan umat dan bangsa.
Dalam gerakan ‘Aisyiyah, perempuan tidak diposisikan sebagai pelengkap atau sekadar pelaksana tugas domestik, melainkan sebagai aktor utama dalam pergerakan sosial. Kesadaran ini ditanamkan melalui pendidikan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam yang berkemajuan, dengan mengedepankan keseimbangan antara peran di ranah domestik dan publik.
Melalui pelatihan kepemimpinan, kaderisasi, serta penguatan ekonomi, perempuan dibekali dengan keterampilan untuk mandiri dan berdaya. Dengan demikian, ‘Aisyiyah menempatkan perempuan bukan hanya sebagai penerima kebijakan, tetapi sebagai penyusun, pelaksana, dan pengontrol arah pembangunan yang inklusif dan berkeadilan.
Lebih dari sekadar organisasi sosial keagamaan, ‘Aisyiyah adalah laboratorium peradaban yang memproses perempuan menjadi pemimpin-pemimpin masa depan. Mereka bukan hanya cakap dalam mengurus keluarga, tetapi juga terampil dalam mengelola lembaga pendidikan, layanan kesehatan, dan program sosial berbasis masyarakat.
Nilai-nilai seperti keikhlasan, tanggung jawab, dan keberanian menjadi fondasi gerakan, sehingga para perempuan ‘Aisyiyah tampil sebagai sosok tangguh yang siap menghadapi tantangan zaman. Dengan pendekatan yang integratif, ‘Aisyiyah telah berhasil membentuk generasi perempuan Muslim yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan sosial.
Pada akhirnya, ‘Aisyiyah hadir sebagai kekuatan moral dan intelektual yang menopang lahirnya peradaban Islam yang berkemajuan. Dalam konteks ini, peran ibu peradaban bukanlah klaim simbolik, tetapi kenyataan historis dan sosiologis yang telah teruji.
Melalui jaringan pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan yang luas, ‘Aisyiyah membuktikan bahwa perempuan memiliki posisi sentral dalam membangun masyarakat madani yang adil dan beradab. Dengan semangat tajdid dan nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin, ‘Aisyiyah terus melangkah ke depan, menjadikan setiap perempuan sebagai penjaga nilai, penggerak perubahan, dan perintis masa depan peradaban umat.
Tantangan ‘Aisyiyah
Tantangan yang dihadapi ‘Aisyiyah di era kontemporer semakin kompleks dan multidimensional. Selain arus globalisasi dan disrupsi digital, masalah sosial seperti kemiskinan struktural, ketimpangan gender, kekerasan terhadap perempuan dan anak, hingga krisis lingkungan hidup menjadi ujian nyata yang memerlukan respons cepat dan tepat.
Dalam konteks ini, ‘Aisyiyah harus mampu menafsirkan kembali nilai-nilai Islam dalam menjawab problematika zaman, tanpa kehilangan jati diri dan semangat perjuangan awal yang telah diwariskan oleh para pendiri. Ketangguhan ideologis dan kecakapan praktis menjadi dua hal yang harus berjalan beriringan dalam menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Selain itu, perubahan struktur sosial yang ditandai dengan meningkatnya individualisme dan melemahnya kohesi komunitas menjadi tantangan tersendiri bagi ‘Aisyiyah dalam menjaga semangat kolektif dan kepedulian sosial. Di tengah dominasi media sosial dan budaya instan, membangun kesadaran umat terhadap nilai kebersamaan, gotong royong, serta tanggung jawab sosial tidak bisa hanya dilakukan melalui pendekatan konvensional.
Diperlukan pendekatan dakwah yang lebih kreatif, inklusif, dan berbasis pada pengalaman nyata, agar ajaran Islam yang mencerahkan dapat diterima secara luas oleh masyarakat lintas generasi dan latar belakang.
Dalam menjawab berbagai tantangan tersebut, penguatan kapasitas kader menjadi prioritas utama. Pendidikan kader yang tidak hanya memahami Islam secara tekstual, tetapi juga kontekstual, harus terus dikembangkan. Kader-kader ‘Aisyiyah perlu dibekali dengan keterampilan kepemimpinan, kemampuan riset sosial, manajemen organisasi, serta pemanfaatan teknologi informasi secara bijak.
Dengan begitu, ‘Aisyiyah tidak hanya melahirkan aktivis, tetapi juga pemimpin perempuan yang mampu menjadi motor perubahan sosial di berbagai lini kehidupan, baik di tingkat lokal, nasional, maupun global.
Akhirnya, untuk menjaga relevansi dan keberlanjutan gerakan, ‘Aisyiyah perlu memperkuat narasi Islam berkemajuan yang ramah perempuan, inklusif, dan transformatif. Narasi ini menjadi kunci untuk menarik generasi muda dan memperluas basis gerakan.
Dengan tetap berpijak pada nilai-nilai Islam, tetapi berani melakukan tajdid (pembaharuan) dalam strategi, ‘Aisyiyah akan mampu meneguhkan dirinya sebagai organisasi perempuan Islam yang tidak hanya tangguh menghadapi tantangan zaman, tetapi juga terus menjadi pelita dalam membangun masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan berkeadaban.
Akhirnya, dapat ditegaskan bahwa ‘Aisyiyah telah, sedang, dan akan terus memainkan peran penting sebagai ibu peradaban. Peran ini bukan sekadar simbolik, tetapi nyata dalam kerja-kerja kultural, sosial, pendidikan, dakwah, hingga kesehatan yang dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan.
‘Aisyiyah membuktikan bahwa gerakan perempuan Islam tidak hanya berkutat pada isu domestik, melainkan turut serta aktif dalam membentuk arah pembangunan masyarakat yang berkeadaban dan berkemajuan. Melalui berbagai amal usaha dan program strategisnya, ‘Aisyiyah telah melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara spiritual dan tangguh dalam menghadapi perubahan zaman.
Dalam konteks ini, perempuan dalam ‘Aisyiyah bukan sekadar pengasuh keluarga, melainkan juga pengasuh peradaban. Peran keibuan yang selama ini dilekatkan secara tradisional pada perempuan, diartikulasikan ulang oleh ‘Aisyiyah sebagai kekuatan untuk mendidik, membina, dan mengarahkan kehidupan umat ke arah yang lebih baik.
Dari rahim dan asuhan gerakan ini, lahirlah tokoh-tokoh perempuan hebat yang tidak hanya piawai dalam mendidik anak dan mengelola rumah tangga, tetapi juga terampil memimpin komunitas, menggerakkan ekonomi umat, dan menjadi agen perubahan sosial. ‘Aisyiyah berhasil membangun citra perempuan Islam yang cerdas, berani, dan penuh kasih dalam satu tarikan nafas perjuangan.
Oleh karena itu, pada ‘Aisyiyah tertanam harapan besar akan masa depan umat yang lebih cerah. Organisasi ini menjadi ruang aman sekaligus rumah besar bagi siapa pun yang ingin menitipkan asa untuk memajukan peradaban kehidupan. Di tengah tantangan global dan krisis nilai yang melanda, ‘Aisyiyah terus menjadi suluh yang menerangi jalan umat, menawarkan solusi berbasis nilai Islam berkemajuan yang berpihak pada keadilan, kemanusiaan, dan kesejahteraan bersama.
Maka, keberadaan dan kiprah ‘Aisyiyah bukan hanya penting untuk perempuan, tetapi esensial bagi peradaban bangsa.